Bijak dalam Memilih Jalan Hidup

4 hours ago 1
Dok. TOPURISDok. TOPURIS

BISNISTIME.COM, BOGOR – Setiap manusia pasti dihadapkan pada pilihan hidup. Ada yang mudah dijalani, ada pula yang rumit dan menyesakkan dada. Namun satu hal pasti: setiap keputusan selalu membawa risiko. Bahkan ketika seseorang memilih untuk diam, ia tetap menanggung risiko yang berbeda. Hidup sejatinya adalah ruang ujian — setiap langkah menuntut pertimbangan, dan hanya mereka yang berilmu serta bertakwa yang mampu menapakinya dengan bijak.

Ibnu Taimiyah pernah menjelaskan bahwa kecerdasan sejati bukan sekadar mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan kemampuan untuk menimbang mana yang lebih baik di antara dua kebaikan, dan mana yang lebih ringan mudaratnya di antara dua keburukan. Di sinilah seni hidup seorang mukmin: menimbang maslahat dan mafsadat dengan cahaya ilmu serta tuntunan wahyu.

Allah ﷻ berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Ayat ini mengajarkan bahwa ketika dihadapkan pada banyak kebaikan, seorang mukmin diperintahkan untuk memilih yang paling utama — yang memberi manfaat terbesar bagi diri dan orang lain.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam kaidah fikihnya menulis:

فإن تزاحم عدد المصالح يقدم الأعلى من المصالح Apabila bertabrakan beberapa maslahat, dahulukan maslahat yang lebih utama.

وَضِدُّ تَزَاحُمُ المفَاسِدِ يُرْتَكَبُ الأَدْنَى مِنَ المفَاسِدِ Sebaliknya, jika bertabrakan dua mafsadat, pilihlah keburukan yang paling ringan.

Kaidah ini sangat relevan dalam kehidupan nyata. Seorang pemimpin, misalnya, sering dihadapkan pada pilihan sulit: mengambil kebijakan yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan sementara demi kemaslahatan jangka panjang. Itulah hakikat “memilih mudarat yang lebih ringan” agar terhindar dari kerusakan yang lebih besar.

Rasulullah ﷺ juga mencontohkan prinsip ini. Beliau bersabda:

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Apabila aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syariat tidak menuntut manusia di luar batas kemampuannya. Jika dua perkara sulit bertabrakan, maka pilihlah yang lebih mungkin dilakukan dan lebih banyak membawa manfaat.

Bahkan Rasulullah ﷺ pernah menahan diri untuk tidak membongkar Ka’bah dan membangunnya kembali sesuai fondasi Nabi Ibrahim عليه السلام. Beliau ﷺ menilai, meski membangun ulang itu benar secara hukum, namun risikonya lebih besar karena bisa menimbulkan fitnah di tengah kaum Quraisy yang baru masuk Islam.

Allah ﷻ berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Maka bertakwalah kamu kepada Allah semampu kamu.” (QS. At-Taghabun: 16)

Ayat ini menegaskan bahwa takwa adalah kompas utama dalam menghadapi risiko. Bukan sekadar keberanian untuk memilih, melainkan keberanian untuk memilih dengan ilmu dan iman.

Orang yang cerdas bukanlah mereka yang tidak pernah salah, melainkan yang senantiasa menimbang akibat dari setiap pilihan. Mereka memahami bahwa diam pun berisiko, bergerak pun berisiko. Namun mereka memilih langkah yang mendekatkan diri kepada ridha Allah, meski jalan itu penuh duri dan pengorbanan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ “Orang yang cerdas adalah yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Kecerdasan sejati bukan diukur dari seberapa cepat seseorang mengambil keputusan duniawi, melainkan seberapa dalam ia menimbangnya dalam timbangan akhirat.

Hidup ibarat jalan berliku penuh tanda peringatan. Setiap tikungan menyimpan potensi bahaya, namun juga peluang menuju kebaikan. Orang bijak tahu kapan harus melaju, kapan harus berhenti, dan kapan harus berbelok.

Karena itu, jangan takut menghadapi risiko. Sebab menolak untuk memilih pun adalah sebuah pilihan yang membawa risiko tersendiri. Kuncinya adalah ilmu, doa, dan tawakal.

Rasulullah ﷺ mengajarkan doa istikharah, panduan ilahi bagi mereka yang bimbang dalam menentukan pilihan:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ... “Ya Allah, aku memohon pilihan yang baik kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon dari karunia-Mu yang agung...” (HR. Bukhari)

Doa ini menjadi bekal dalam menapaki jalan kehidupan. Seorang mukmin sadar bahwa setiap langkah penuh risiko, namun ia yakin Allah ﷻ tidak akan menelantarkan hamba yang bersandar kepada-Nya.

Akhirnya, kita semua harus sadar bahwa dunia adalah tempat ujian. Risiko adalah bagian dari kehidupan, dan setiap pilihan adalah takdir yang harus dihadapi dengan iman. Tak ada langkah yang benar-benar aman, kecuali langkah yang ditempuh dengan takwa dan tawakal.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq: 2–3)

Inilah janji Allah. Maka selama takwa menjadi dasar pilihan, Allah akan selalu memberi jalan keluar terbaik — di dunia maupun di akhirat.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |