Apakah dokter termasuk buruh? Banyak orang kerap penasaran mengenai hal ini.
Apakah Dokter Termasuk Buruh? Begini Penjelasannya. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Apakah dokter termasuk buruh? Banyak orang kerap penasaran mengenai hal ini.
Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan kelas pekerja dalam mendapatkan hak-hak yang layak. Di Indonesia, Hari Buruh juga dirayakan oleh berbagai kalangan pekerja, mulai dari buruh pabrik hingga karyawan swasta. Bahkan, 1 Mei merupakan hari libur nasional di Indonesia.
Namun, muncul satu pertanyaan menarik, apakah dokter termasuk buruh? Pertanyaan ini penting karena menyangkut definisi buruh dan cakupannya dalam dunia kerja. Oleh karena itu, berikut ini IDXChannel menyajikan penjelasan lengkapnya.
Apakah Dokter Termasuk Buruh?
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, dijelaskan bahwa buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja.
Dengan definisi tersebut, maka buruh tidak selalu berarti pekerja kasar, melainkan mencakup siapa saja yang bekerja untuk pihak lain dan menerima imbalan atau gaji, baik sebagai pekerja lapangan maupun profesional.
Lantas, apakah dokter termasuk kategori buruh? Jika merujuk pada definisi tersebut, maka dokter termasuk dalam kategori buruh. Secara umum, dokter adalah tenaga profesional di bidang kesehatan yang menjalankan pekerjaan berdasarkan ilmu, etika, dan keterampilan medis yang diperoleh melalui pendidikan tinggi. Mereka bisa bekerja di berbagai tempat seperti rumah sakit pemerintah atau swasta, klinik dan puskesmas, perusahaan (sebagai dokter perusahaan), organisasi non-profit, atau praktik mandiri.
Dalam praktiknya, tidak semua dokter menjalankan profesinya secara independen. Banyak dokter bekerja di bawah institusi dengan jam kerja tertentu dan menerima gaji tetap, tunjangan, bahkan terikat kontrak. Dalam konteks ini, dokter bekerja untuk pemberi kerja dan memperoleh upah atas jasanya.
Dengan kata lain, jika seorang dokter bekerja dalam hubungan kerja dengan pemberi kerja, maka secara hukum ia bisa dikategorikan sebagai buruh atau pekerja.
Kategori Buruh dalam Perspektif Sosial dan Budaya
Secara sosiologis, kata “buruh” sering diidentikkan dengan pekerjaan fisik atau keterampilan rendah (low-skilled labor), seperti buruh pabrik, buruh bangunan, dan lain-lain. Oleh karena itu, muncul resistensi untuk mengelompokkan profesi bergengsi seperti dokter ke dalam kategori buruh.
Namun, klasifikasi berdasarkan status sosial ini tidak sejalan dengan definisi hukum atau ketenagakerjaan. Dalam konteks hubungan kerja dan penerimaan upah, perbedaan status sosial tidak menghapus fakta bahwa seseorang bekerja untuk pihak lain. Bahkan pegawai negeri sipil (PNS), yang mencakup dokter PNS di puskesmas atau rumah sakit pemerintah, juga termasuk pekerja atau buruh berdasarkan UU Ketenagakerjaan dalam makna luas.
Meski begitu, ada juga istilah white collar dan blue collar terkait pengkategorian buruh atau pekerja ini. Blue collar merujuk pada jenis pekerjaan yang lebih bersifat fisik atau teknis, seperti buruh pabrik, mekanik, supir, petugas kebersihan, dan sebagainya. Istilah ini berasal dari seragam kerja berwarna biru yang umum digunakan pekerja manual. Sementara itu, white collar merujuk pada pekerjaan kantoran atau profesional yang lebih bersifat administratif, analitis, atau intelektual. Contohnya adalah dokter, pengacara, manajer, akuntan, dan guru. Istilah ini muncul karena banyak pekerja di bidang ini menggunakan kemeja putih atau pakaian formal.
Dalam klasifikasi ini, dokter termasuk pekerja white collar, karena profesinya memerlukan pendidikan tinggi, tanggung jawab profesional, serta keterampilan intelektual. Namun, baik white collar maupun blue collar sama-sama dapat dikategorikan sebagai buruh atau pekerja jika mereka bekerja di bawah pihak lain dan menerima gaji. Ini sesuai dengan definisi formal dari UU Ketenagakerjaan.
Dengan demikian, apakah dokter termasuk buruh? Jawabannya adalah dokter bisa dikategorikan sebagai buruh profesional jika ia bekerja di bawah instansi atau organisasi, bukan praktik pribadi. Sebaliknya, dokter yang membuka praktik sendiri dan memiliki karyawan dapat dikategorikan sebagai pengusaha atau pemberi kerja.