Puncak Carstensz Pyramid. (Foto: Ist/Pesonaindo.com)
Sebuah insiden terjadi di Puncak Gunung Carstensz, Papua. Dua pendaki asal Jakarta dan Bandung, yakni Elsa Laksono dan Lilie Wijayanti Poegiono, ditemukan meninggal dunia pada tanggal 1 Maret 2025.
Keduanya meninggal saat melakukan pendakian menuju puncak tertinggi di Indonesia ini. Peristiwa tersebut terjadi saat mereka dalam perjalanan turun dari Puncak Carstensz, yang juga dikenal sebagai Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid.
Bahkan, belakangan diketahui, penyanyi Fiersa Besari merupakan salah satu orang yang ikut dalam rombongan kedua pendaki yang meninggal tersebut.
Insiden tersebut lantas banyak membuat netizen kembali dibuat penasaran dengan Puncak Gunung Carstensz. Di balik keindahan puncaknya yang menakjubkan, gunung ini ternyata menyimpan berbagai macam misteri dan fakta unik.
Berikut di antaranya, dirangkum Okezone dari berbagai sumber, Senin (3/3/2025).
1. Satu-Satunya Tempat Bersalju di Kawasan Garis Katulistiwa
Hukum alam mengatakan bahwa mustahil untuk menemukan salju pada seluruh dataran yang merupakan garis katulistiwa, beriklim tropis, seperti Indonesia. Namun faktanya, Puncak Gunung Carstensz alias Jayawijaya tidak menghiraukan hukum alam tersebut.
Kamu bisa menemukan salju dan keunikan alam di puncaknya. Fakta inilah yang mendorong banyak pendaki untuk memimpikan puncak Carstensz.
2. Asal-Usul Nama Carstensz Pyramid
Pada masa penjajahan Belanda, Jayawijaya bernama Carstensz Pyramid. Nama ini merupakan bentuk perhormatan kepada orang yang pertama kali menemukan gunung tersebut, pada tahun 1623, yakni seseorang berbangsa Belanda, bernama Carstensz.
Kemudian, namanya berubah menjadi puncak Soekarno. Setelah terjadinya pembebasan Papua, Ir.Sukarno sendiri merubah namanya kembali menjadi Jayawijaya.
Beberapa nama lain dari Carstensz Pyramid adalah Nemangkawi, Ngga Pulu, Piramida Cartensz, Puncak Jayadikusuma dan Ndugundugu.
3. Pendaki Pertama Carstensz
Pendaki pertama yang tercatat pernah menaklukkan Carstensz alias Puncak Jaya adalah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Heinrich Harrer pada tahun 1962.
Heinrich Harrer adalah seorang pendaki ulung dan pengarang kawakan. Bukunya yang terkenal, Seven Years in Tibet, merupakan kisah nyata pengembaraan dan persahabatannya di pegunungan Himalaya, Tibet.
Sebelum Harrer, sebetulnya telah banyak para pendaki lain yang mencoba melakukan pendakian, namun belum pernah ada yang berhasil.
Setelah Heinrich Harrer, menyusul ekspedisi dari Indonesia berhasil mencapai puncak. Ekspedisi yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Azwar Hamid dari Direktorat Topografi Angkatan Darat ini berhasil mencapai Puncak Jaya pada tahun 1964.
4. Umur Salju di Puncaknya Akan Segera Habis
Dahulu, di Indonesia, ada 3 gunung yang memiliki salju di atas puncaknya. Yaitu gunung Trikora, Mandala dan Jayawijaya sendiri. Namun, puncak Trikora kehilangan salju pada tahun 1936 dan puncak Mandala pada tahun 2003. Tersisalah puncak Jayawijaya yang masih memiliki salju sampai hari ini.
Namun, para peneliti meramal bahwa salju di puncak Jayawijaya, sedikit perlahan, akan ikut lenyap. Bukti dari citra satelit menunjukan bahwa salju di puncak itu mencair dengan cepat.
Pada tahun 2010, sebuah penelitian yang dipimpin oleh Lonnie Thompson menyebutkan bahwa setiap tahunnya, salju tersebut menipis setebal kurang lebih 5 meter.
5. Mengalami Penurunan
Pada tahun 1936, saat masih ditutupi salju sepenuhnya, puncak ini memiliki ketinggian lebih dari 5.000 mdpl. Karena mengalami pencairan salju, kini puncaknya setinggi kurang lebih 4.862 mdpl.
Orang yang pertama kali mendaki Jayawijaya adalah Frits Julius Wissel, Anton Colijn dan Jean Jacques Dozy. Kala itu, mereka diperkasai oleh Belanda.