TNI AL, Geopolitik, dan Falsafah Cinta Damai Namun Lebih Mencintai Kemerdekaan

1 hour ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting*

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali menerima kunjungan kehormatan (courtesy call) Penasihat Presiden Rusia Patrushev Nikolai di Markas Besar TNI AL, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025). Kedatangan Patrushev Nikolai beserta jajaran disambut upacara jajar kehormatan.

Dalam pertemuan tersebut, TNI AL ingin meningkatkan hubungan yang baik dengan Rusia, khususnya saat ini maupun masa mendatang. Tentu saja hal yang sama bagi Rusia, satu dari tiga negara terkuat di dunia untuk armada perang Angkatan Laut-nya.

Dunia tahu Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau, garis pantai sepanjang 108 ribu kilometer, dan wilayah laut yang mencakup hampir dua pertiga total teritorialnya. Letaknya di antara dua benua: Asia dan Australia, serta dua samudera besar: Hindia dan Pasifik.

Hal itu menjadikan Indonesia bukan sekadar “negara maritim”, tetapi juga poros strategis global. Di tengah konteks geopolitik yang terus berubah, posisi ini membawa peluang sekaligus tantangan besar bagi pertahanan dan keamanan nasional.

Dalam kerangka itulah, TNI AL memainkan peran vital. Menurut laporan World Directory of Modern Military Warships (WDMMW) tahun 2023, TNI AL menempati peringkat ke-4 Angkatan Laut terkuat di dunia, berada di bawah Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia. Peringkat ini bukan klaim simbolik semata, melainkan cerminan dari besarnya potensi dan tanggung jawab Indonesia dalam menjaga stabilitas maritim dunia.

Namun, kekuatan militer tidak dapat dipisahkan dari konteks politik dan ideologi bangsa. Indonesia menganut doktrin Sishankamrata (Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta) serta berpegang pada falsafah luhur: “Kita cinta damai, tetapi lebih mencintai kemerdekaan.” Dua prinsip inilah yang menjadi fondasi konseptual bagi strategi pertahanan nasional, termasuk peran dan posisi TNI AL di panggung internasional.

Potensi maritim Indonesia

Sebagai negara kepulauan yang dihubungkan oleh lautan, kekuatan laut bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan. Laut bukan sekadar batas geografis, melainkan urat nadi kedaulatan, ekonomi, dan identitas nasional.

TNI AL memegang mandat konstitusional untuk menjaga kedaulatan laut, menegakkan hukum di wilayah perairan nasional, serta melindungi kepentingan ekonomi Indonesia, termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan kekayaan bawah laut. Dalam konteks ini, TNI AL memiliki fungsi strategis ganda: pertahanan keras (hard power) melalui kekuatan tempur laut, dan pertahanan lunak (soft power) melalui diplomasi maritim, patroli bersama, serta misi kemanusiaan dan penjaga perdamaian.

Meski sering menempati peringkat tinggi dalam ukuran global, realitas di lapangan menunjukkan bahwa TNI AL masih menghadapi banyak tantangan. Modernisasi alutsista belum merata; sebagian kapal masih buatan lama, sistem logistik belum sepenuhnya modern, dan kemandirian industri pertahanan dalam negeri masih dalam tahap pengembangan. Namun, dengan potensi besar dan orientasi pembangunan maritim yang kuat, arah kebijakan pertahanan laut Indonesia kini tengah bergerak ke arah yang tepat: membangun kekuatan laut yang tangguh, modern, dan berdaulat.

Posisi strategis Indonesia

Secara geografis dan geopolitik, Indonesia berada di titik persilangan dua kepentingan besar dunia. Jalur pelayaran internasional seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Natuna Utara merupakan nadi ekonomi global yang menghubungkan Timur dan Barat. Setiap hari, ribuan kapal dagang dan tanker melintasi perairan Nusantara membawa energi, komoditas, dan barang industri.

Posisi strategis ini memberi Indonesia peran ganda: sebagai penghubung dan penjaga stabilitas maritim dunia. Namun, di sisi lain, posisi ini juga membuat Indonesia rentan terhadap berbagai bentuk ancaman. Ya, ancaman dari pelanggaran batas wilayah, penyelundupan, terorisme laut, perompakan, hingga konflik kepentingan antarnegara besar.

Kawasan Indo-Pasifik saat ini menjadi salah satu arena rivalitas geopolitik paling intens, terutama antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Bagi Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas-aktif, menjaga keseimbangan antara kedua kekuatan besar ini menuntut kecerdikan diplomasi dan ketangguhan pertahanan nasional. Maka tidak ada yang bisa melarang Indonesia menjalin hubungan dengan Rusia.

Bahkan sejarah mencatat, pada saat Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, armada perang laut kita, mayoritas dari Uni Soviet yang sekarang menjadi Rusia. Dalam konteks itulah, kehadiran TNI AL di laut bukan hanya urusan militer, tetapi juga bagian dari politik luar negeri dan kedaulatan nasional.

Berakar pada rakyat

Doktrin Sishankamrata, Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta adalah konsep unik yang membedakan Indonesia dari banyak negara lain. Doktrin ini menegaskan bahwa pertahanan negara bukan monopoli militer, melainkan tanggung jawab seluruh rakyat dan segenap komponen bangsa.

Prinsip dasarnya sederhana namun mendalam: kekuatan pertahanan Indonesia bersifat total, menyeluruh, dan terdesentralisasi. Dalam konteks maritim, Sishankamrata menuntut sinergi antara TNI AL, masyarakat pesisir, nelayan, industri maritim, pemerintah daerah, dan akademisi. Keamanan laut bukan semata soal kapal perang, tetapi juga kesadaran rakyat akan arti strategis lautan bagi kedaulatan nasional.

Sishankamrata juga menegaskan filosofi bahwa perang bukan tujuan, tetapi pilihan terakhir. Ini sejalan dengan pandangan konstitusional bahwa Indonesia cinta damai, tetapi siap mempertahankan kemerdekaannya dengan segala daya bila kedaulatan dilanggar.

Dalam praktiknya, ini berarti TNI AL tidak hanya membangun kekuatan tempur, tetapi juga melakukan pembinaan teritorial, kerja sama sipil-militer, dan diplomasi pertahanan untuk menciptakan stabilitas kawasan.

Lebih cinta kemerdekaan

Falsafah “cinta damai namun lebih mencintai kemerdekaan” merupakan salah satu pernyataan politik paling filosofis yang pernah diucapkan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Ia menggambarkan karakter pertahanan Indonesia yang defensif aktif. Ingat, tidak agresif, tetapi selalu siap menghadapi ancaman.

Makna “cinta damai” menunjukkan orientasi diplomasi dan perdamaian: Indonesia selalu berusaha menyelesaikan konflik melalui jalan dialog, hukum internasional, dan kerja sama kawasan. Sementara “lebih mencintai kemerdekaan” berarti Indonesia menolak segala bentuk intervensi, kolonialisasi, atau dominasi asing atas wilayah dan keputusan politiknya.

Dalam konteks modern, falsafah ini diterjemahkan ke dalam tiga dimensi pertahanan. Pertama: Kemandirian dalam membangun kekuatan militer dan industri pertahanan. Kedua: Kedaulatan dalam penguasaan wilayah dan sumber daya. Ketiga: Keterlibatan aktif dalam menjaga perdamaian dunia melalui diplomasi dan misi PBB.

Bagi TNI AL, ini berarti membangun kekuatan laut bukan untuk ekspansi, tetapi untuk perlindungan dan penegakan hukum. Laut adalah medan damai, namun harus dijaga dengan kekuatan yang disegani.

Pertahanan di tengah rivalitas global

Dalam era geopolitik modern, lautan menjadi panggung perebutan pengaruh ekonomi dan militer. Konsep Indo-Pacific Strategy yang diusung oleh Amerika Serikat, Jepang, dan sekutunya, serta inisiatif Maritime Silk Road dari Tiongkok, menempatkan Indonesia di tengah pusaran kepentingan besar.

Posisi ini menuntut strategi ganda: mempertahankan kedaulatan tanpa terjebak dalam blok-blok kekuatan. Indonesia harus memanfaatkan posisinya sebagai middle power dan negara Non-Blok untuk memainkan peran diplomatik, sambil terus memperkuat daya gentar (deterrence power) melalui modernisasi militer.

Dari sisi politik domestik, penguatan TNI AL juga memiliki makna simbolik. Ia menunjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi setiap jengkal laut dan pulau: dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote. Keberadaan kapal perang di perbatasan bukan sekadar operasi militer, tetapi juga pernyataan politik: bahwa Indonesia tidak akan menyerahkan satu pun bagian wilayahnya.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |