Solusi Baru Akhiri Konflik Berkepanjangan di Papua

1 day ago 5

Solusi Baru Akhiri Konflik Berkepanjangan di Papua

Pegiat Hukum dan HAM Al Araf Usulkan Solusi Selesaikan Masalah di Papua. (Foto: Okezone.com/Inews Media Group)

MALANG – Konflik dan kekerasan di Papua menjadi persoalan yang belum terselesaikan hingga hari ini. Centra Initiative bersama Universitas Brawijaya, Sasakawa Peace Foundation, PBHI, ELSAM, dan Imparsial pun menggelar simposium internasional untuk mencari solusi menyelesaikan masalah kekerasan dan konflik tersebut. 

Dalam Simposium Internasional bertema "Global Human Security and Conflict Resolution in Southeast Asia: Reflection and Strategy Development for Papuan Conflict", Al Araf salah satu narasumber sekaligus menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, menawarkan solusi baru pendekatan human security (keamanan manusia).

Pendekatan konsep human security tersebut karena pendekatan keamanan negara (state security) yang selama dijalankan pemerintah terbukti gagal menyelesaikan akar masalah. 

“Bagian dari kritik karena kita sayang dengan Papua, kita harus stop kekerasan di Papua, Papua adalah bagian dari Indonesia karena kita peduli dengan kemanusiaan, maka kita harus stop perspektif keamanan negara tadi dalam penyelesaian konflik Papua tetapi kita harus melakukan pendekatan keamanan manusia,” tuturnya, Minggu (2/3/2025). 

1. Penyelesaian Konflik Papua

Pegiat hukum dan HAM yang dikenal vokal menyuarakan tentang penegakan Hukum dan HAM di Indonesia tersebut menyoroti tentang konflik Papua telah berlangsung sejak integrasi wilayah tersebut melalui PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1969. Meski pemerintah telah mencoba berbagai pendekatan, mulai dari keamanan, politik, hingga ekonomi, namun kekerasan dan pelanggaran HAM terus terjadi.

“Papua adalah satu area yang secara perspektif masih dominan kerangka pendekatan keamanan negara, sehingga pilihan-pilihan pendekatan keamanannya adalah pilihan pendekatan singkat melalui operasi militer, pendekatan penegakan hukum yang berlebihan yang dilakukan dengan kriminalisasi,” ujarnya. 

2. Konflik dan Kekerasan Warnai Sejarah Papua

Sejarah memperlihatkan, sejak menjadi bagian dari Indonesia, Papua selalu mengalami konflik, kekerasan, dan bahkan korban jiwa. “Sejak integrasi, Papua terus menghadapi berbagai bentuk konflik yang belum terselesaikan hingga saat ini,” ujar Al Araf. Ia menegaskan bahwa meski konflik di Papua bersifat fluktuatif, kadang naik, kadang turun, realitas kekerasan tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Papua.

Dosen Universitas Brawijaya serta Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD), ini juga mengkritisi pendekatan pemerintah yang selama ini lebih mengedepankan keamanan negara (state security) daripada keamanan manusia (human security). 

“Pemerintah telah berulang kali menerapkan pendekatan keamanan, politik, dan ekonomi, termasuk pembangunan infrastruktur. Tapi pertanyaannya, mengapa konflik dan kekerasan terus berlanjut?” tanyanya.

Indikator bahwa negara melakukan pendekatan state security, kata Al Araf  dapat dilihat dari fakta bahwa hingga Operasi Militer masih terus berlanjut,deployment pasukan non organik ke Papua  bahkan tanpa melalui keputusan politik, sehingga tidak sejalan  dengan UU TNI No 34/2004. Berikutnya, perluasan penambahan struktur komando teritorial, yang diikuti dengan pembangunan Pos-pos TNI serta operasi penegakan hukum yang berlebihan dari batas-batas kemanusiaan seperti aksi-aksi demonstrasi di Papua yang sering dihalangi dalam konteks kebebasan berekspresi. 

3. Problem Trust dan Stigmatisasi

Konflik di Papua yang tidak berkesudahan menurutnya tidak lepas dari sikap inkonsistensi dalam pengambilan kebijakan. Al Araf menyoroti masalah kepercayaan (trust) dan stigmatisasi terhadap masyarakat Papua. “Pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan. Di satu sisi berbicara tentang perdamaian, di sisi lain operasi militer tetap dilakukan. Hal ini, menurutnya, menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat Papua,” ujarnya. 

Selain itu, ia juga mengkritik stigmatisasi terhadap orang Papua, yang sering dilabeli sebagai separatis atau bahkan teroris. “Labeling terorisme tidak menyelesaikan masalah, justru menimbulkan luka baru,” tegasnya. 

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |