REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU--Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi menegaskan, Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu hanya bersifat ajakan dan bukan kewajiban. Ia mengatakan, uang yang terkumpul itu nantinya untuk menyelesaikan masalah kedaruratan di tengah masyarakat.
“Yang nolak siapa?,” ujar Dedi, saat ditanyakan mengenai adanya penolakan mengenai gerakan Poe Ibu, Selasa (7/10/2025).
“Gini lho, kalimat nolak itu kalau diwajibkan. Lha ini gak ada kewajiban kok. Ini ajakan bagi RT, RW, desa, kelurahan, bupati, wali kota untuk bersama-sama warganya menyelesaikan problem sosial warga,” ujar Dedi, ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna Istimewa Hari Jadi Indramayu ke-489, di Gedung DPRD Kabupaten Indramayu.
Dedi mengatakan, gerakan Poe Ibu sesungguhnya bukanlah hal yang baru di tengah masyarakat Jabar. Menurutnya, gerakan semacam itu sebelumnya telah ada, seperti misalnya tradisi beras perelek dan tradisi jimpitan. “Ini pemahaman orang, dikiranya uang itu dikumpulin oleh gubernur. Nah itu salah,” kata Dedi.
Menurut Dedi, selama ini gerakan serupa juga telah berlangsung di sekolah-sekolah melalui kas kelas. Namun, seringkali pertanggungjawabannya tidak jelas. “Makanya regulasinya akan saya atur agar pungutan itu dipublikasikan dengan baik. Misalkan kelas 3B, sumbangan dari kelasnya tiap bulan dapat Rp 200 ribu, diperuntukkan untuk A, untuk B, untuk C,” katanya.
Dedi menambahkan, uang yang terkumpul dari gerakan Poe Ibu nantinya untuk menyelesaikan persoalan warga di tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Dengan demikian, tak ada lagi berita viral warga yang kesulitan karena semuanya telah terselesaikan di tingkat pemerintahan secara berjenjang. “Saya gak mau di 2026 ada viral-viral lagi orang gak punya baju Pramuka, gak punya sepatu. Kenapa? Jelek, sebuah kabupaten dimana masyarakatnya terperhatikan kalau viral. Saya ingin gak ada lagi viral rumah roboh karena semuanya sudah terselesaikan di tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, gubernur,” kata Dedi.