Zen Teguh
, Jurnalis-Selasa, 03 Juni 2025 |16:46 WIB
Michael Rockefeller hilang tanpa jejak di Papua pada 1961. Putra konglomerat minyak asal AS itu dinyatakan meninggal pada 1964. (Foto: Smithsonian/Getty Images).
NEW YORK CITY - “Bagi saya, ini sangat bermakna,” kata Kulapat Yantrasast dari firma arsitek WHY Architecture. Dia berdiri memandang penuh kagum galeri Michael Clark Rockefeller di The Metropolitan Museum of Art (The Met), New York City, Amerika Serikat, Sabtu (31/5/2025). “Ini tempat di mana tiga perempat dunia berada dalam satu sayap,” tuturnya.
Sayap Michel Rockefeller tak lain salah satu ruang di The Met, museum ensiklopedia ternama AS. Dibuka pertama kali pada 1982, Michael Rockefeller Wing ditutup pada 2021 untuk renovasi. Kini galeri itu dibuka kembali pada akhir Mei lalu. Tidak kurang dari 2.000 objek dari tiga wilayah geografis berbeda dipamerkan pada ruangan indah ini.
Dilaporkan laman Archpaper, Sayap Michael Rockefeller didesain ulang WHY Architecture dan Beyer Blinder Belle. Mereka memberikan sentuhan anyar dari ruang yang sebelumnya didesain arsitek Kevin Roche dan John Dinkeloo.
“Sayap Michael Rockefeller menempatkannya kembali nama itu dalam sorotan. Rockefeller, putra bungsu Gubernur New York saat itu Nelson Rockefeller, tidak pernah kembali dari perjalanan ke benua yang berjarak 9.000 mil,” tulis media Town&Couyntry, dikutip Selasa (3/6/2025).
Siapa Michael Rockefeller?
Lahir pada 18 Mei 1983, Michael C Rockefeller bukan remaja sembarangan. Ayahnya, Nelson Aldrich "Rocky" Rockefeller, politikus Partai Republik yang sukses menjadi Gubernur New York periode 1959 -1973. Rocky lantas melesat menjadi wakil presiden mendampingi Gerald Ford (1974-1977).
Michael tak dimungkiri penerus Dinasti Rockefeller yang kaya-raya. Kakek buyutnya, John Davison Rockefeller Sr, merupakan taipan minyak yang juga salah satu pendiri Standard Oil. Bisnis emas hitam tersebut dilanjutkan John D Rockefeller Jr hingga terus ke Rocky.
Michael mengenyam pendidikan di The Buckley School, New York, kemudian Akademi Phillips Exeter di New Hampshire. Setelah itu dia mampu menembus kampus top dunia, Universitas Harvard. Semasa kuliah inilah dia tergabung dalam ekspedisi Museum Arkeologi dan Etnologi Peabody Harvard untuk mempelajari antropologi Suku Dani di Lembah Baliem, Papua.