Data market menunjukkan saham BRIS berakhir menguat 4,86 persen ke harga Rp3.020 per saham pada Jumat (7/2/2025).
Saham BSI (BRIS) Cetak Rekor saat IHSG Tertekan, Waspada Profit Taking (Foto: MNC Media)
IDXChannel - Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) menembus rekor tertinggi sepanjang 2025 saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh hampir 2 persen ke 6.742,58 pada Jumat (7/2/2025).
Data market menunjukkan saham BRIS berakhir menguat 4,86 persen ke harga Rp3.020 per saham. Pencapaian ini mencatatkan kenaikan Year-to-Date (YTD) sebesar 10,62 persen, dan tertinggi dibandingkan dengan saham perbankan lainnya.
Volume perdagangan saham BRIS mencapai 45,69 juta lembar saham, menempatkan BRIS sebagai saham movers dalam indeks LQ45.
Corporate Secretary BSI, Wisnu Sunandar mengatakan, kenaikan harga saham BRIS sejalan dengan inflow dari investor asing sebesar Rp180.8 miliar sepanjang 2025
“Ekspektasi kinerja positif perseroan didorong transformasi digital dan peningkatan market share seiring dengan kinerja fundamental BSI yang solid,” kata Wisnu dalam keterangan di Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Sepanjang Tahun 2024, BSI mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 22,83 persen year-on-year (YoY), mencapai Rp7,01 triliun.
Total aset juga mengalami peningkatan 15,55 persen YoY menjadi Rp408,61 triliun, di mana pembiayaan BSI masih dominan oleh segmen konsumer.
Wisnu menambahkan, ke depannya bisnis emas akan menjadi new growth engine di segmen pembiayaan konsumer dan bagian dari diversifikasi portofolio untuk menjaga stabilitas pendapatan perusahaan. Dari sisi funding, BSI akan memfokuskan dana murah dari produk haji.
Hingga Desember 2024, bisnis emas BRIS mencapai Rp12,82 triliun, atau tumbuh 78,18 persen yoy pada 2024. Hal ini ditopang oleh produk cicil emas yang melesat 177,42 persen yoy menjadi Rp6,40 triliun dan produk gadai emas yang naik 31,33 persen menjadi Rp6,42 triliun.
Waspada profit taking saham BRIS
Menurut riset Samuel Sekuritas, BRIS masih memiliki peluang besar untuk terus berkembang karena tingkat penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih tergolong rendah.
Dengan kondisi ini, BRIS berpotensi menarik lebih banyak nasabah dari bank konvensional dan memperkuat pertumbuhan pembiayaannya, yang pada akhirnya bisa mendorong kinerja pasar yang semakin baik.
Meski begitu, ada tantangan yang perlu diwaspadai, terutama terkait tekanan terhadap margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM). BRIS kemungkinan perlu mencari tambahan pendanaan untuk mendukung pertumbuhan pembiayaan yang agresif, yang bisa berdampak pada profitabilitasnya.
"Dengan kinerja saham BRIS yang cukup baik sepanjang tahun, ada kemungkinan investor akan mulai melakukan profit taking yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham BRIS," tulis riset tersebut.
(DESI ANGRIANI)