Dalam sepekan, saham emiten Grup Bakrie ini terkoreksi 14,80 persen dan sudah minus 18,14 persen dalam satu bulan.
Saham BRMS Tersengat Isu Pencemaran Tambang Poboya, Ini Kata Pengamat (Foto: dok BRMS)
IDXChannel - Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) merosot dalam dua hari terakhir diterpa isu pencemaran lingkungan di tambang emas anak usahanya.
Saham BRMS turun tajam 7,14 persen ke harga Rp338 pada Rabu (12/2/2025) dengan mencatatkan nilai transaksi Rp397 miliar.
Harga saham BRMS masih melanjutkan koreksi pada Kamis (13/12/2025) dengan penurunan 1,18 persen ke Rp344. Meski penurunan tak setajam kemarin, volume perdagangannya mencapai 444,2 juta dengan nilai transaksi Rp148,3 miliar.
Dalam sepekan, saham emiten Grup Bakrie ini terkoreksi 14,80 persen dan sudah minus 18,14 persen dalam satu bulan.
Adapun operasional tambang anak usaha BRMS, PT Citra Palu Minerals (CPM) di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah ini mendapat penolakan akibat dugaan pencemaran lingkungan.
Sementara itu, Direktur & Sekretaris BRMS, Muhammad Sulthon menyebut, aktivitas CPM telah memiliki izin lengkap, termasuk Kontrak Karya hingga 2050 dan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang disetujui KLHK pada Desember 2023.
Kontrak tersebut mencakup masa konstruksi selama tiga tahun serta masa operasi produksi selama 30 tahun.
Pengamat Pasar Modal, Teguh Hidayat menilai, anjloknya saham BRMS masih wajar seiring dengan turunnya saham-saham sektor energi beberapa waktu terakhir.
Jika melihat enam bulan terakhir, saham BRMS berada di fase uptrend seiring dengan naiknya harga emas dunia. Tingginya permintaan emas ini membuat anak usaha BRMS meningkatkan produksi mereka.
“Saya lebih melihat sahamnya turun karena koreksi pasar aja. Kalau kita lihat 6 bulan terakhir kan masih naik banyak. Enam bulan lalu itu dia (BRMS) masih di Rp200-an, sekarang sempat Rp400, turun Rp300 sekian, tapi kan masih naik juga,” tuturnya kepada wartawan, Kamis (13/2/2025).
Namun, Teguh tidak menampik isu pencemaran lingkungan dapat menjadi salah satu faktor BRMS tak mendapatkan penilaian di Indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia.
Pasalnya, emiten yang masuk Indeks MSCI Indonesia sudah harus menerapkan environmental, social dan governance (ESG) dalam operasionalnya.
“Jadi betul, kalau memang ada masalah serius terkait kerusakan lingkungan, pencemaran seperti itu, bisa tidak jadi masuk indeks MSCI itu karena dia tidak memenuhi ESG tadi. Mungkin bisa berpengaruh, tapi kalau memang tidak terbukti ya harusnya bisa tetap masuk sahamnya,” katanya.
(DESI ANGRIANI)