REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi Z disebut-sebut sebagai generasi yang paling jarang mengonsumsi alkohol dibandingkan generasi sebelumnya. Berdasarkan penelitian National Institute on Drug Abuse (NIDA) di Amerika Serikat, sejak awal tahun 2000-an terjadi penurunan konsisten jumlah anak muda yang minum alkohol.
Namun, Guru Besar Psikologi dari Universitas Indonesia Prof Rose Mini Agoes Salim mengingatkan penurunan konsumsi alkohol tidak berarti mengurangi risiko penyalahgunaan zat di generasi muda. Menurutnya di Indonesia, sejumlah remaja mulai beralih dari alkohol ke obat-obatan terlarang seperti sabu atau narkotika lainnya.
"Memang ada perpindahan, tapi bukan berarti pengguna obat-obatan terlarang berkurang. Banyak hal yang dihadapi oleh generasi Z membuat mereka tanggap terhadap hal-hal terbaru. Minum alkohol saja mungkin dianggap biasa, tapi mereka bisa berpindah ke hal lain," kata Rose saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (7/11/2025).
la menekankan pentingnya kesadaran moral dan pendidikan agama sejak dini sebagai salah satu upaya pencegahan. Namun, Prof Rose mengatakan, pendekatan agama saja tidak cukup apalagi jika dilakukan secara paksa. Anak muda dinilai perlu dibekali kemampuan membedakan baik dan buruk, empati, serta kontrol diri.
"Faktor pergaulan juga berpengaruh penting. Rata-rata remaja menggunakan narkoba karena pengaruh teman. Maka sebaiknya orang yang pernah menggunakan narkoba tidak lagi berada dalam circle yang sama," ujar Prof Rose.
Selain itu, dia mengingatkan bahwa kecerdasan moral dan nurani juga penting. Tanpa kemampuan membedakan benar dan salah, remaja bisa melakukan tindakan negatif seperti memaksa, berbohong, atau bahkan mencuri. Pendidikan moral yang kuat dapat membantu mereka memahami dampak jangka panjang penggunaan narkoba dan alkohol terhadap kesehatan dan kehidupan sosial.
Prof Rose mengungkapkan penggunaan narkoba maupun alkohol secara berlebihan dapat merusak kesehatan mental. Di antaranya termasuk menghambat kemampuan kognitif, kontrol emosi, dan psikomotor.
"Manusia bisa berpikir jernih kalau nalarnya berjalan baik. Sementara obat-obatan ini merusak fungsi otak sehingga emosi naik-turun, keputusan tidak optimal, dan arah hidup tidak jelas," kata Prof Rose.
Di era digital, akses terhadap obat-obatan terlarang semakin mudah, misalnya melalui resep palsu atau pembelian online, sehingga kewaspadaan orang tua dan lingkungan menjadi sangat penting. "Sebagai psikolog, saya menyarankan remaja untuk tidak menggunakan narkoba. Segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik, termasuk penggunaan obat-obatan terlarang," kata dia.
.png)
1 hour ago
1















































