Fahmi Firdaus
, Jurnalis-Senin, 21 April 2025 |21:11 WIB
PCINU Turkiye
ISTANBUL – Dalam upaya memperkuat diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Turki kembali mencatatkan kiprah penting. Rois Syuriah PCINU Turki, Ustadz Syahriansyah Sirajuddin, hadir sebagai satu-satunya seniman Indonesia yang mendapatkan undangan kehormatan dalam ajang prestisius Galeri Seni Klasik Internasional ke-3 Yeditepe Bienali, yang resmi dibuka oleh Presiden Republik Turki, Recep Tayyip Erdoğan.
Acara pembukaan bienal yang berlangsung di Yedikule Hisarı ini dihadiri oleh Presiden Erdoğan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Mehmet Nuri Ersoy, Wali Kota Fatih M. Ergün Turan, dan Ketua Yayasan Seni Klasik Turki Muhammed Emin Demirkan. Dalam sambutannya, Presiden Erdoğan menekankan bahwa Yeditepe Bienali adalah ikhtiar penting untuk “menafsirkan ulang warisan estetika peradaban kita yang berusia berabad-abad.”
Yeditepe Bienali ke-3, yang berlangsung dari 18 April hingga 18 Juni 2025, mengangkat tema “Jika Ada Bayangan, Maka Di Sana Ada Cahaya” (Gölge Varsa, Işık da Var). Pameran ini menampilkan 215 karya dari 263 seniman yang berasal dari 15 negara, termasuk Palestina, Spanyol, Indonesia, Iran, Irak, Suriah, Pakistan, Rusia, Prancis, Belanda, Belgia, Uzbekistan, Jepang, Cina, dan Turki. Pameran ini diselenggarakan di tiga lokasi utama di Istanbul: Yedikule Hisarı, Sirkeci Garı Ambarları, dan Nuruosmaniye Camii Mahzeni.
Kehadiran Ustadz Syahriansyah Sirajuddin dalam forum seni tingkat dunia ini bukan hanya sebagai seniman, tetapi juga sebagai representasi strategis diplomasi budaya Indonesia. Ia adalah satu-satunya Warga Negara Indonesia yang telah diakui sebagai seniman profesional dalam komunitas seni klasik Turki dan aktif mengajar kaligrafi di berbagai lembaga kebudayaan.
“Bagi saya pribadi, ini adalah kehormatan besar. Namun lebih dari itu, ini adalah momen penting bagi Indonesia untuk tampil dalam komunitas seni klasik internasional yang sangat selektif dan prestisius. Saya meyakini bahwa seni bisa menjadi media diplomasi yang efektif antara dua bangsa besar: Indonesia dan Turki,” ujar Ustadz Syahriansyah.
Lembaga penyelenggara, Klasik Türk Sanatları Vakfı, dikenal hanya mengundang seniman-seniman yang telah memperoleh pengakuan di level internasional dan berperan aktif dalam pelestarian seni klasik Islam. Menjadi bagian dari komunitas ini membutuhkan perjalanan panjang, konsistensi berkarya, dan legitimasi yang tidak mudah diraih.
Keikutsertaan Rois Syuriah PCINU Turki ini menjadi simbol keterlibatan aktif diaspora Indonesia, khususnya Nahdliyin, dalam memperkuat citra positif bangsa melalui seni. Ustadz Syahriansyah berharap agar kiprahnya ini dapat dilihat sebagai kontribusi dua arah, baik dari komunitas diaspora kepada Indonesia, maupun dari pemerintah dan organisasi ke diaspora. “Diplomasi budaya harus dibangun secara kolaboratif. Tidak cukup hanya dari satu arah. Kita memiliki peluang luar biasa untuk membangun jembatan seni antara Indonesia dan Turki, dan hal ini sangat mungkin dilakukan jika ada sinergi nyata,” ujarnya.
Lebih jauh, Ustadz Syahriansyah juga menyampaikan pesan kepada para kader Nahdliyin dan pemuda Indonesia di luar negeri agar terus berkarya di bidang apapun. “Jangan lelah menjadi bagian dari citra baik bangsa. Kita punya modal budaya dan spiritual yang luar biasa. Seni adalah salah satu jalannya.”
Pameran Yeditepe Bienali tidak hanya menjadi ruang ekspresi, tapi juga medan tafsir ulang terhadap nilai-nilai peradaban. Di tengah semangat kolaborasi internasional dan penguatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Turki, partisipasi ini menjadi bukti bahwa kader NU dapat memainkan peran penting sebagai agen diplomasi budaya di pentas global.
(Khafid Mardiyansyah)
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita nasional lainnya