Prabowo Bakal Gelontorkan Dana Rp5 Triliun untuk KAI, INSTRAN: Masih Kurang Banyak

3 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang, skeptis terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan membangun sistem perkeretaapian nasional sebagai salah satu fokus utama kebijakan pemerintahannya. Deddy menyampaikan keraguannya tersebut dengan menyoroti ketimpangan alokasi anggaran terhadap sektor transportasi publik seperti kereta api.

“Sejak Orde Baru, pembangunan perkeretaapian selalu dianaktirikan. Makanya pengembangan kereta itu terlambat, tapi untuk jalan tol seperti dianakemaskan,” ujar Deddy saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Deddy menyampaikan, kucuran dana sebesar Rp 5 triliun untuk penambahan jumlah KRL masih jauh dari kata cukup dalam membenahi sektor perkeretaapian nasional. Ia membandingkan perlakuan pemerintah terhadap industri otomotif, baik yang konvensional maupun kendaraan listrik.

Deddy mengatakan, kebijakan subsidi BBM maupun subsidi mobil listrik kontradiktif dengan upaya mendorong penggunaan transportasi publik. Ia menilai kebijakan-kebijakan tersebut justru membuat volume kendaraan pribadi tidak terkontrol, serta meningkatkan kemacetan, emisi, dan angka kecelakaan di jalan raya.

“Jadi kalau Rp 5 triliun menurut saya masih kurang banyak, orang subsidi mobil listriknya banyak banget. Kok mudah sekali kasih subsidi untuk industri otomotif, tapi kalau kereta api banyak perhitungan, ribut sana-sini, padahal itu untuk kepentingan orang banyak,” ucap Deddy.

Oleh karena itu, Deddy menyarankan Prabowo menggunakan konsep transit demand management melalui skema push dan pull. Konsep tersebut menekan penggunaan kendaraan pribadi dengan berbagai cara, mulai dari menarik subsidi bagi pembelian kendaraan, menerapkan tarif parkir yang tinggi, hingga penerapan penuh sistem ganjil-genap.

“Jadi ada pengendalian pembatasan kendaraan pribadi yang disertai dengan penyediaan transportasi publik seperti KRL, TransJakarta, LRT, dan MRT,” sambung Deddy.

Deddy mendorong pemerintah belajar dari Hong Kong yang menerapkan electronic road pricing (ERP) serta tarif parkir yang mahal. Ia menyampaikan bahwa 92 persen mobilitas warga Hong Kong menggunakan transportasi publik.

“Padahal PDB orang Hong Kong itu tiga–empat kali di atas kita. Kalau Malaysia itu sekitar 40 persen (menggunakan transportasi publik), Singapura sampai 50–60 persen, kita masih di bawah 10 persen,” kata Deddy.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |