inovasi program pemanfaatan minyak jelantah sangat mendukung swasembada energi.
Pengembangan Bioavtur dari Minyak Jelantah Dinilai Bisa Tekan Realisasi Impor BBM (foto: MNC media)
IDXChannel - Upaya PT Pertamina (Persero) mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan dari minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) dinilai merupakan langkah inovatif dan strategis.
Melalui program pengembangan tersebut, Pertamina dinilai telah mendukung pemerintah dalam memperbanyak opsi energi alternatif, yang dapat diandalkan dalam menekan ketergantungan Indonesia terhadap pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) impor.
"Upaya pengembangan energi alternatif ini sangat mendukung program Pemerintah, termasuk menjelang 100 hari kerja," ujar Aceng, dalam kesempatan tersebut.
Langkah pemanfaatan minyak jelantah untuk diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan, yaitu Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur, tersebut diyakini bisa menjadi solusi atas kondisi yang saat ini dihadapi Indonesia.
Pertama, untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan. Kedua, mendukung swasembada energi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Terkait pengurangan pencemaran lingkungan, Aceng menyebut bahwa jelantah merupakan limbah yang selama ini tidak teratasi. Pasalnya sering kali bahan pencemar tersebut dibuang di saluran air.
"Jadi penggunaan jelantah sebagai bahan bakar merupakan solusi lingkungan," ujar Aceng.
Tak hanya itu, Aceng juga menilai bahwa inovasi program pemanfaatan minyak jelantah tersebut sangat mendukung swasembada energi.
"Sangat mendukung, sejalan. Sebab upaya untuk swasembada energi, misal dengan menggunakan energi terbarukan tentu harus dicari sumbernya," ujar Aceng.
Aceng menjelaskan bahwa pada dasarnya jelantah memiliki potensi sangat besar. Tidak hanya rumah tangga dan Usaha Kecil Menengah (UKM), bahkan beberapa industri pun dikatakan Aceng menghasilkan minyak jelantah dengan volume yang cukup signifikan.
"Sumbernya berlimpah, potensinya luar biasa. Apalagi masyarakat Indonesia sangat senang dengan makanan gorengan, sehingga bahan baku energi tersebut tidak akan kekurangan. Kalau bisa dihimpun semua tentu menjadi energi alternatif yang juga memberi dampak luar biasa," ujar Aceng.
Karena itulah, Aceng juga sependapat dengan studi dari International Council on Clean Transportation (ICCT), yang menyatakan bahwa penggunaan residu pertanian, termasuk minyak jelantah di Indonesia, bisa menghasilkan 33,2 juta kilo liter bioavtur, atau tiga kali lebih besar dari kebutuhan bahan bakar pesawat terbang domestik.
"Dari data tersebut, sumbernya memang sangat melimpah. Sangat potensial. Apakah ke depan bisa mengurangi impor BBM? Ya, tentu saja bisa," ujar Aceng.
Terkait pengumpulan minyak jelantah, sebelumnya Pertamina bekerja sama dengan Noovoleum yang telah tersertifikasi internasional sebagai pengumpul minyak jelantah.
Melalui kerjasama tersebut, Pertamina menjalankan program Green Movement UCO, yang merupakan pilot project dalam pengumpulan jelantah dari masyarakat.
Masyarakat bisa menyerahkan jelantah di UCollect Box dengan memperoleh rewards berupa saldo e-wallet UCollect.
Besaran saldo e-wallet akan fluktuatif menyesuaikan harga minyak jelantah di pasaran. Saat ini per liter dihargai di kisaran Rp6.000 per liter, dengan update harian melalui apps Mypertamina.
(taufan sukma)