Mengenal PFA, Teknologi Pengobatan Canggih Gangguan Irama Jantung yang Sudah Masuk Indonesia. (Foto: Wiwie Heriyani)
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Berdasarkan data WHO, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal setiap tahunnya akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Di Indonesia, data dari Institute for Health Metrics and Evaluation pada tahun 2019 menunjukkan, bahwa penyakit kardiovaskular bertanggung jawab atas 651.481 kematian per tahun, termasuk stroke dan penyakit jantung koroner.
Selain penyakit jantung koroner, gangguan irama jantung (aritmia) juga memberi kontribusi yang signifikan. Aritmia yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah fibrilasi atrium (FA).
Diperkirakan jumlah penderita FA di Indonesia mencapai lebih dari tiga juta penduduk, dengan prevalensi yang meningkat dengan semakin bertambahnya usia. Untuk mengetahui lebih lanjut terkait fibrilasi atrium dan pengobatannya, berikut beberapa informasinya.
1. Apa itu fibrilasi atrium?
Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut sangat cepat dan tidak beraturan. Normalnya, jantung akan berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat kita sedang santai, namun pada FA, serambi jantung bisa berdenyut lebih dari 400 kali per menit.
Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah dan gagal jantung.
Penggumpalan darah yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Pasien FA mempunyai risiko 4-5 kali lipat terjadinya stroke dibanding pasien yang bukan FA. Selain itu, denyut serambi jantung yang super cepat dan tidak teratur meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung dan tentunya meningkatkan mortalitas pasien FA.
2. Penyebab dan gejala aritmia Jantung
Ahli aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital, Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, menjelaskan, aritmia bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk kelainan struktur jantung, tekanan darah tinggi, gangguan tiroid, atau bahkan efek samping obat-obatan tertentu.
“Gejala aritmia yang sering dikeluhkan antara lain jantung berdebar (palpitasi), pusing, nyeri dada, atau mudah lelah. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana deteksi dini dilakukan,” ujar dr.Dicky, dalam jumpa pers yang digelar di Heartology Cardiovascular Hospital, baru-baru ini.
3. Rumah sakit pertama yang tangani FA dengan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA)
Ternyata, Indonesia pernah menangani kasus gangguan irama jantung FA dengan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA), tepatnya yakni di Heartology Cardiovascular Hospital.
Direktur Heartology Cardiovascular Hospital, Dr.dr. Faris Basalamah menjelaskan, kehadiran teknologi PFA di Heartology adalah langkah besar dalam dunia kardiologi untuk membawa layanan kesehatan jantung di Indonesia ke standar internasional.
4. Keunggulan teknologi PFA
PFA disebut-sebut memiliki keunggulan dibandingkan teknologi ablasi yang sebelumnya. Teknologi ini memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi dengan nilai keampuhan pengobatan setara terhadap pasien atrial fibrilasi yang persisten maupun non-persisten.
PFA merupakan inovasi mutakhir dalam dunia kardiologi yang membawa pendekatan baru pada tatalaksana fibrilasi atrium.
5. Cara kerja PFA
PFA sendiri merupakan salah satu kategori kateter ablasi (tindakan invasif minimal non-bedah) non-thermal yang bekerja melalui proses electroporation. Di mana, pengiriman gelombang listrik pendek yang membuka pori-pori membran sel sehingga jaringan yang ditargetkan dapat dihancurkan dengan aman tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.
Tatalaksana ini berbeda dengan ablasi thermal yang menggunakan energi radio frekuensi, yaitu energi panas untuk menciptakan lesi, atau energi krio (cryo) yang menggunakan energi dingin untuk membekukan jaringan.
Oleh karena sifat terapinya yang selektif seperti ini, maka tindakan ablasi dengan PFA ini lebih cepat, lebih efektif dan lebih aman bagi pasien.