Mengapa Padel Kena Pajak 10 Persen tapi Golf Tidak? Ini Penjelasan Pramono

7 hours ago 1

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengatakan Undang-undang telah mengatur terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen.

Mengapa Padel Kena Pajak 10 Persen tapi Golf Tidak? Ini Penjelasan Pramono. Foto: Freepik.

Mengapa Padel Kena Pajak 10 Persen tapi Golf Tidak? Ini Penjelasan Pramono. Foto: Freepik.

IDXChannel - Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengatakan Undang-undang telah mengatur terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen, termasuk olahraga kekinian padel. Sehingga, pengenaan pajak tersebut bukanlah inisiatif Pemerintah Provinsi (Pemprov).

Pada basket, padel, renang, dan sebagainya pajaknya adalah 10 persen. 

"Jadi itulah yang diatur, dan kami mengatur itu bukan karena inisiatif dari pemerintah Jakarta, Tetapi undang-undang yang mengatur itu. Dan kami menerapkan itu. Sehingga dengan begitu ini ya terakhir kali saya jawab urusan, ini kan pasti ada kaitannya sama padel," ujar Pramono di Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, Senin (7/7/2025).

Pramono menyebut isu ini ramai karena olahraga padel tengah digandrungi pencinta olahraga dengan target kalangan menengah ke atas.

"Ini kan menjadi rame karena padel. Dan padel ini terus terang saja mohon maaf.l, rata-rata yang bermain adalah middle ke atas," ucapnya.

Lebih lanjut, Pramono menjelaskan alasan olahraga golf tidak dikenakan PBJT. Menurutnya golf telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga tidak diperbolehkan pungutan ganda.

"Kemudian ada pertanyaan, kenapa kok golf tidak dikenakan ini? Teman-teman sekalian, golf sudah dikenakan PPN. Sehingga pajak itu tidak boleh ganda. PPN-nya golf 11 persen. Jadi padel dikenakan 10 persen, golf 11 persen," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati buka suara soal olahraga viral padel kini dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen. 

Dia menjelaskan pajak hiburan adalah bagian Pajak Daerah bukan jenis pajak baru melainkan sudah ada sejak 1997, melalui Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997. Sedangkan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau atau keramaian yang dinikmati masyarakat dengan dipungut bayaran. 

UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi contoh yang lebih jelas tentang objek Pajak Hiburan, seperti tontonan film, pagelaran kesenian, musik, pameran, diskotek, permainan bilyar, pacuan kuda, panti pijat, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga. 

Sedangkan Perda DKI No 13/2010 menyebut renang, tenis, squash, futsal, dan jenis olahraga lain. 

"Jadi sebenarnya olahraga permainan sudah dikenai pajak hiburan sejak lama dan tidak ada masalah. Adem ayem tanpa kegaduhan," ucap Lusiana saat dikonfirmasi, Jumat (4/7/2025).

Lusiana mengatakan melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah mengatur ulang pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan. 

"Olahraga yang dikenai Pajak Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, dikenai tarif tinggi antara 40 persen sampai dengan 75 persen. Namun ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai pajak 10 persen. Bahkan lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11 persen," kata dia.

Halaman : 1 2

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |