Lari vs Jalan Kaki, Mana yang Lebih Efektif Bakar Lemak? Ini Jawaban Dokter

6 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi banyak orang, ketika membicarakan penurunan berat badan dan pembakaran lemak, yang terlintas di pikiran pertama adalah aktivitas berintensitas tinggi seperti berlari. Asumsi yang umum berlaku adalah semakin tinggi intensitasnya, semakin cepat pula hasilnya.

Namun, pandangan ini mungkin perlu ditinjau ulang, terutama jika sasaran utamanya adalah manajemen lemak tubuh jangka panjang yang berkelanjutan. Meskipun berlari memang membakar kalori lebih banyak dalam waktu singkat, cara tubuh merespons berbagai bentuk latihan, terutama yang berkaitan dengan metabolisme, memegang peranan krusial dalam upaya pembakaran lemak. Di sinilah berjalan kaki, aktivitas berdampak rendah yang sering diremehkan, bisa tampil sebagai strategi yang jauh lebih efektif bagi sebagian orang.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Mengapa berjalan kaki unggul?

Seorang ahli anestesiologi dan dokter pengobatan nyeri, dr Kunal Sood, menjelaskan perbedaan mendasar antara berjalan kaki dan berlari, serta alasan di balik keunggulan berjalan kaki untuk pembakaran lemak dalam sebuah video yang ia bagikan. Kunci perbedaannya terletak pada bagaimana respons metabolik tubuh dipicu oleh intensitas latihan yang berbeda.

Dia mengatakan berjalan kaki justru dapat membantu membakar lemak lebih cepat dibandingkan berlari untuk beberapa individu. Hal ini terjadi karena berlari merupakan aktivitas berintensitas lebih tinggi, yang menyebabkan metabolisme tubuh berfungsi dengan cara yang berbeda.

Dia menjelaskan, ketika berlari, yang merupakan latihan berintensitas lebih tinggi, tubuh menggunakan karbohidrat sebagai energi. Berlari juga akan meningkatkan kortisol. Tubuh nantinya ingin mengisi kembali karbohidrat setelah berlari. "Ini, dikombinasikan dengan peningkatan kortisol, akan menyebabkan peningkatan hasrat untuk karbohidrat. Jadi, meskipun berlari akan membakar lebih banyak kalori, itu dapat membuat beberapa orang lebih lapar sehingga lebih sulit untuk mencapai defisit kalori," ujarnya dikutip dari laman Hindustan Times pada Selasa (4/11/2025).

Peningkatan hormon stres kortisol dan penggunaan karbohidrat sebagai bahan bakar utama memicu rasa lapar yang intens, khususnya keinginan untuk mengonsumsi makanan kaya karbohidrat. Hal ini membuat komitmen terhadap pola makan yang terkontrol menjadi tantangan yang lebih besar, dan pada akhirnya dapat menghambat progres pembakaran lemak secara keseluruhan.

Sebaliknya, berjalan kaki sebagai aktivitas berintensitas rendah cenderung memungkinkan tubuh untuk lebih mengandalkan lemak sebagai sumber energi primer, yang merupakan tujuan utama dari pembakaran lemak. Selain itu, berjalan kaki tidak memicu lonjakan kortisol dan hasrat karbohidrat sekuat berlari, sehingga menjadikannya alat yang lebih strategis untuk mempertahankan defisit kalori tanpa harus bergulat dengan rasa lapar yang ekstrem. Dengan demikian, berjalan kaki menawarkan pendekatan yang lebih lembut dan berkelanjutan dalam mengelola lemak tubuh.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |