Dokter Surya Adi Pramono. (Foto: Dimas Andhika)
Nyeri haid atau dismenorea adalah keluhan yang umum dialami banyak wanita setiap kali menstruasi. Biasanya, rasa nyeri ini muncul beberapa hari sebelum haid dan berlanjut hingga menstruasi berakhir.
Rasa nyeri sering terasa seperti kram di bagian bawah perut dan bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Meski hal tersebut merupakan pengalaman yang normal, jangan pernah menganggap remeh jika rasa nyeri sangat mengganggu.
Nyeri haid yang terlalu berlebih dan sering bisa menjadi pertanda adanya gangguan kesehatan, terutama berhubungan dengan kesuburan. Hal ini dijelaskan secara gamblang oleh dr. Surya Adi Pramono, Sp.OG, Subsp. FER, MIGS, dari Bocah Indonesia.
“Jika nyeri haid terasa sangat kuat, bahkan sampai mengganggu aktivitas, bisa jadi ada masalah yang lebih serius di baliknya. Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan nyeri haid berlebih antara lain gangguan pada ovarium, infeksi, atau adanya endometriosis. Gangguan kesuburan atau infertilitas pun bisa terjadi,” terang dr. Surya saat ditemui di Headquarter Bocah Indonesia, Jakarta Utara, belum lama ini.
Secara rinci dr. Surya memaparkan tanda-tanda gangguan kesuburan yang perlu diwaspadai. Mulai dari, haid yang tidak teratur (lebih dari 35 hari sekali, atau kurang dari 21 hari sekali), durasi menstruasi yang terlalu lama atau terlalu singkat, kuantitas darah menstruasi yang sangat banyak atau sedikit, dan nyeri haid yang sangat mengganggu aktivitas.
Penyebab lainnya yang berkontribusi pada infertilitas antara lain, pola makan yang tidak sehat (terlalu banyak konsumsi gula, makanan gorengan, atau tinggi lemak), kurangnya olahraga dan pola hidup sedentari, serta paparan polutan dan radikal bebas yang semakin meningkat.
Berganti-ganti pasangan juga dapat meningkatkan risiko infertilitas. Ini menjadi penting untuk diwaspadai, mengingat Jakarta adalah kota dengan tingkat mobilitas yang tinggi dan gaya hidup yang lebih bebas.
“Penyebab utama infertilitas pada wanita adalah gangguan ovulasi, yang membuat sel telur tidak dapat dilepaskan dengan baik. Selain itu, masalah pada tuba fallopi yang tersumbat atau infeksi pada organ reproduksi juga dapat menyebabkan kesulitan untuk hamil. Hal ini berhubungan dengan terhambatnya pertemuan antara sel telur dan sperma,” tegas dr. Surya.
“Infertilitas juga dapat dipicu oleh penurunan jumlah atau kualitas sel telur yang dimiliki wanita. Dalam banyak kasus, wanita yang lebih tua (di atas usia 35 tahun) cenderung mengalami penurunan cadangan telur yang lebih cepat,” timpalnya.
Isu gangguan kesuburan ini pun menjadi sangat penting mengingat adanya tren penurunan angka kelahiran atau depopulasi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.
Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada kualitas hidup keluarga, tetapi juga pada masa depan generasi yang akan datang. Faktor gaya hidup, terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi, harus menjadi perhatian utama.