Update 2025-10-26 14:27:43
Peringatan tiga tahun tragedi Itaewon. Foto: Yonhap lewat Korea Herald.
Korea Selatan kembali menundukan kepala sambil mengenang tragedi Itaewon yang menewaskan 159 orang pada malam Halloween 2022. Peringatan tiga tahun insiden memilukan itu digelar di Seoul, Sabtu (26/10/2025), dan untuk pertama kalinya dihadiri oleh keluarga korban asal luar negeri.
Upacara yang berlangsung di Seoul Plaza ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya pula pemerintah Korea Selatan turut menjadi penyelenggara bersama kelompok sipil 1029 Itaewon Disaster Bereaved Families Council (organisasi keluarga korban yang berdiri pada Desember 2022).
Melansir laporan Korea Herald, tepat pukul 18.34 waktu setempat (waktu saat panggilan darurat pertama diterima pada malam tragedy), nama seluruh korban dibacakan satu per satu. Sebanyak 21 dari mereka adalah warga asing dari berbagai negara.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Tragedi yang terjadi di distrik Itaewon, kawasan hiburan yang populer di kalangan warga asing, disebut sebagai salah satu bencana publik terburuk sejak berakhirnya masa pembatasan sosial COVID-19. Saat itu, kepadatan ekstrem dan kurangnya koordinasi otoritas menjadi faktor utama tingginya jumlah korban.
Ketua Bereaved Families Council, Song Hae-jin, menyampaikan dalam pidato pembuka, keluarga korban masih berjuang menghadapi kehilangan dan menuntut tanggung jawab pemerintah. Ia juga menyoroti bagaimana keluarga korban asing harus menanggung duka dari jauh tanpa pernah mendengar permintaan maaf resmi.
"Sejak hari itu, keluarga korban hidup dalam kehilangan, dan di atas kesedihan itu, mereka juga harus berhadapan dengan penghindaran tanggung jawab dari pemerintah, sebuah luka kedua bagi para korban," ujar Song.
Sebanyak 46 anggota keluarga dari 12 negara hadir atas undangan resmi pemerintah Korea. Mereka tiba di Seoul pada Jumat (25/10/2025). Dalam upacara tersebut, enam perwakilan keluarga dari Australia, Norwegia, Iran, Tiongkok, Rusia, dan Kazakhstan menyampaikan pesan belasungkawa dalam bahasa masing-masing, yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Korea.
"Saya masih belum bisa percaya atau memahami bahwa putri saya telah tiada," ucap Susanne Evensen, ibu dari almarhumah Stine Evensen asal Norwegia.
Sementara itu, Raina Valeryan, kakak dari almarhumah Kristina Madina asal Rusia, mendesak pemerintah Korea untuk menuntaskan penyelidikan dan menegakkan keadilan.
Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
.png)
3 hours ago
1














































