REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perubahan iklim diperkirakan menimbulkan kerugian ekonomi nasional hingga Rp 544 triliun. Kelompok masyarakat sipil (CSO) menyerukan agar publik ikut memantau dan menekan pemerintah untuk menghasilkan kesepakatan iklim yang ambisius pada COP30 di Belém, Brasil, 10–21 November 2025.
CSO menekankan bahwa masyarakat sipil menjadi kelompok yang paling terdampak krisis iklim sehingga partisipasi publik perlu terus diperkuat. Junior Campaigner Purpose Indonesia, Tsabita Rantawi, menyebut masyarakat kerap bingung mencari wadah untuk menyuarakan keresahannya terkait isu iklim.
“Itu jadi alasan suara kita penting, tapi biasanya masyarakat bingung mau diamplifikasi ke mana suaranya? Mereka bingung juga mempelajari dan mencari data tentang isu iklim ini di mana? Maka dari itu Indonesiadicop.id lahir untuk menjadi hub informasi,” kata Tsabita dalam diskusi “Drop the COP: Memantau Komitmen dan Menanti Aksi Iklim Indonesia di COP30”, akhir pekan kemarin.
Diskusi tersebut juga menandai peluncuran laman Indonesiadicop.id sebagai pusat informasi terkait agenda dan perkembangan negosiasi delegasi Indonesia. Climate and Energy Manager Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengapresiasi platform itu karena dapat memudahkan publik memahami dan mengawal isu COP30.
Iqbal menilai delegasi Indonesia belum membawa isu keadilan iklim secara memadai dalam perundingan. “Agenda para delegasi sama sekali tidak menyentuh keadilan generasi, padahal yang akan paling terdampak adalah generasi yang baru tumbuh atau baru lahir,” kata Iqbal.
Ia mendorong anak muda untuk bersuara lantang di media sosial agar mempengaruhi para pengambil keputusan yang tengah bernegosiasi di forum global tersebut.
Manajer Kebijakan dan Advokasi Coaction Indonesia, A Azis Kurniawan, menegaskan bahwa dampak ekonomi akibat perubahan iklim mencapai ratusan triliun rupiah, termasuk ancaman gagal panen dan meningkatnya penyakit akibat iklim.
Azis juga menyoroti temuan riset pada 2024 yang menunjukkan 39,8 persen anak muda mengalami eco-anxiety. “Padahal kalau pengambil kebijakan lebih serius, ada beberapa manfaat aksi iklim yang positif, yaitu green jobs,” ujar Azis.
Ia menilai aksi iklim anak muda dapat mendorong transformasi ekonomi yang dibutuhkan masyarakat. Azis berharap publik aktif mengkritisi target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) Indonesia pada COP30.
Peneliti The Habibie Center, Kunny Izza, menambahkan bahwa aksi individu tetap relevan untuk memberi tekanan nyata pada proses kebijakan. “Aksi individu masih diperlukan dan perlu diperkuat. Isu prioritas itu pada peningkatan ekonomi, tetapi ada bencana yang mengancam, karenanya perlu memperkuat aksi individu,” kata Kunny.
Direktur Eksekutif CERAH, Agung Budiono, menyatakan aksi individu dapat dilakukan salah satunya dengan bergabung sebagai Delegasi Rakyat Indonesia melalui Indonesiadicop.id. Ia menilai komitmen iklim Indonesia di tingkat global belum tercermin dalam kebijakan domestik.
Agung menyoroti inkonsistensi sektor energi yang masih menempatkan energi fosil dalam pipeline. “Sebagai contoh, di sektor energi, terdapat inkonsistensi atau gap kebijakan antara apa yang disampaikan pemerintah di level global dan dokumen kebijakan. Misalnya, soal target 100 persen energi terbarukan di 2035, namun kita melihat sejumlah dokumen justru masih menempatkan energi fosil sebagai pipeline, contohnya di RUPTL 2025-2034 dan RUKN,” kata Agung.
Menurutnya, COP30 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusannya dalam menanggapi krisis iklim. “Kita semua menanti Indonesia punya komitmen yang lebih serius,” ujar Agung.
.png)
2 hours ago
1











































