Kenali dan Penuhi Rekomendasi Pencegahan Penyakit Menular Pernapasan untuk Jamaah Haji dan Umrah. (Foto: Lutfiana Cinta)
Data Pusat Kesehatan Haji menunjukkan dalam tujuh tahun terakhir, jumlah jamaah haji lansia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2024, tercatat 21% jamaah haji berusia di atas 65 tahun. Sementara jamaah haji 2025 berjumlah 221.000 orang.
Seiring dengan meningkatnya jumlah jamaah haji, kewaspadaan terhadap risiko kesehatan juga perlu ditingkatkan. Salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh jamaah haji adalah gangguan saluran pernapasan. Bahkan, pada tahun 2023, penyakit pernapasan menjadi penyebab utama kematian di antara jamaah haji.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan komitmennya untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi jamaah haji, baik saat keberangkatan maupun kepulangan. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers 'Kenali dan Penuhi Rekomendasi Pencegahan Penyakit Menular Pernapasan untuk Jamaah Haji dan Umrah', di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Sebelum berangkat, jamaah akan menjalani pemeriksaan kesehatan guna mengendalikan faktor risiko, memastikan kondisi tubuh tetap sehat selama di Indonesia, dalam perjalanan, hingga tiba di Tanah Suci. Selain itu, pemerintah juga berupaya mencegah transmisi penyakit menular yang berpotensi terbawa kembali ke tanah air setelah ibadah haji selesai.
RSV (Respiratory Syncytial Virus)
Salah satu penyakit pernapasan yang perlu dicegah penularannya adalah RSV. Virus ini menginfeksi hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Infeksi ini dapat menyerang siapa saja, tetapi lebih berisiko bagi mereka yang memiliki sistem imun lemah.
Kelompok yang paling berisiko terkena komplikasi serius akibat RSV adalah lansia di atas 60 tahun. Infeksi ini dapat menyebabkan kondisi seperti pneumonia, perawatan di ICU, ventilasi mekanik, komplikasi kardiopulmoner seperti eksaserbosi atau gagal jantung dan PPOK hingga berujung kematian.
Gejala RSV sering kali menyerupai flu, termasuk sakit kepala, demam, pilek, bersin, batuk, sakit tenggorokan, mengi, hingga kesulitan bernapas. Penyakit ini lebih mudah menular dibandingkan COVID-19 dan dapat menyebar melalui kontak langsung dengan penderita atau droplet dari batuk dan bersin.
Sayangnya, diagnosis RSV masih sulit ditegakkan karena gejalanya mirip dengan infeksi pernapasan lainnya. Proses pemeriksaan memerlukan tes khusus yang tidak hanya memakan biaya besar, tetapi juga membutuhkan waktu lama dan belum dapat diakses secara luas. Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah terbaik dalam menghindari penyebaran RSV, terutama bagi kelompok rentan.
“Jadi lebih baik kita cegah daripada nantinya terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, sedangkan asupan cairan yang cukup dan beristirahat juga rekomendasi terbaik dengan gejala ringan.” Ucap Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.K.F.R, MARS, AIFO-K dari Perhimpunan Dokter Haji Indonesia (Perdokhi) dalam pemaparannya di Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, dr Syarief mengingatkan jamah untuk mencegah terpapar virus tersebut dengan menerapkan kebersihan yang baik, seperti menutup mulut saat batuk atau bersin, membersihkan permukaan yang sering disentuh, menggunakan masker serta menerapkan physical distancing. Selain itu, Pemerintah pun menyarankan vaksinasi RSV bagi kelompok berisiko tinggi.