- Banyak fakta-fakta baru terungkap dalam konferensi International Conference on Oil Palm & Environment (ICOPE) 2025. (Foto: Okezone.com)
BALI - Banyak fakta-fakta baru terungkap dalam konferensi International Conference on Oil Palm & Environment (ICOPE) 2025, Bali. Petani, pelaku usaha, peneliti hingga NGO pun mencari cara agar ekosistem kelapa sawit dapat terus berkelanjutan.
1. Ancaman Gelombang Panas
Kumbang kamerunicus atau kumbang penyerbuk merupakan penyerbuk penting di perkebunan sawit. Namun penyerbuk utama ini sedang berada di ambang krisis, di tengah kekhawatiran global mengenai perubahan iklim.
Kepala Departemen Proteksi Tanaman SMART Research Institute, Mohammad Naim memperingatkan dampak signifikan gelombang panas terhadap efektivitas kumbang dalam penyerbukan di perkebunan sawit. Dengan adanya tantangan ini, siklus hidup dari kumbang penyerbuk pun akan sangat sulit untuk bertahan.
“Kumbang kamerunicus memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan efisiensi penyerbukan, namun perubahan iklim bisa menggagalkan semua itu,” ungkapnya.
Menurut Naim, keberadaan kumbang ini penting diperhatikan karena biaya penyerbukan saat ini mencapai Rp1,8 miliar per hektare. Namun keberadaan kumbang bisa menjadi solusi ekonomis yang menjanjikan.
Penelitian menunjukkan bahwa suhu ekstrem dan gelombang panas yang semakin sering terjadi dapat mengganggu kemampuan penyerbukan kumbang.
“Suhu tertinggi yang tercatat di Filipina mencapai 35 derajat, dan di Indonesia, kami mencatat 43 derajat di Lampung dan Sumatera Selatan selama lebih dari lima hari,” jelas Naim.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendalam, apakah kumbang penyerbuk dapat bertahan dalam kondisi seperti ini. Studi yang dilakukan di laboratorium melibatkan empat perlakuan berbeda, menguji dampak suhu ekstrem terhadap kumbang kamerunicus.
2. Serangga Bukan Hama tapi Bantu Produksi Sawit
Dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Departemen Proteksi Tanaman, Purnama Hidayat mengungkapan, serangga di perkebunan sawit membantu produksi. Bukan seperti yang selama ini dipikirkan serangga adalah hama.
Seperti kumbang dan semut yang sering kali dianggap sebagai hama oleh petani. Dalam studi yang dilakukan pada 24 perkebunan sawit masing-masing 8 fully managed, partially managed, dan swadaya, Purnama dan timnya menegaskan bahwa pandangan ini perlu direvisi.
“Fungsi mereka di lingkungan sangat penting. Mereka bukan hanya pengendali hama, tetapi juga pemangsa dan membantu aerasi tanah,” jelasnya.
“Kami perlu memahami peran serangga ini karena mereka adalah indikator utama untuk kesehatan sawit,” tambahnya.
Ini adalah fakta yang mengejutkan bagi banyak orang yang mungkin menganggap serangga tersebut sebagai ancaman. Dengan penelitian ini, Purnama berharap dapat mendorong petani untuk lebih memahami manfaat dari kehadiran serangga tersebut.
“Serangga ini bisa berfungsi sebagai pestisida alami, sehingga petani tidak perlu bergantung pada bahan kimia yang berbahaya,” serunya.