Direkturamp;nbsp;Jak TV Terjerat Pidana, Komisi Kejaksaan: Produk Jurnalistik Sekejam Apapun Tak Bisa Dijadikan Delik Hukum

15 hours ago 5

JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi, menegaskan bahwa produk jurnalistik tidak bisa dijadikan sebagai delik hukum, termasuk dalam perkara obstruction of justice (OJ). Hal ini diutarakan sekaligus menanggapi kasus yang menyeret seorang insan pers dari media Jak TV.

Hal itu diungkapkan Pujiyono dalam diskusi bertajuk "Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power?" yang digelar Iwakum, di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). 

“Saya bersepakat, kalau untuk insan pers, enggak bisa. Produk media, produk jurnalistik, sekejam apapun, senegatif apapun, itu tidak bisa dijadikan sebagai delik, termasuk delik OJ,” kata Pujiyono.

Dalam konteks penegakan hukum, kata dia, jurnalisme memiliki peran penting sebagai bagian dari mekanisme kontrol publik terhadap lembaga penegak hukum. 

“Dalam penegakan hukum itu kewenangan penegak hukum sangat besar. Pengawasan internal enggak cukup. Butuh juga pengawasan dari publik, termasuk jurnalistik,” kata Pujiyono.

Ia menjelaskan perbedaan mendasar antara obstruction of justice dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dalam KUHP, menurut dia, unsur OJ mengacu pada tindakan yang jelas dan langsung menghambat proses hukum. 

Sementara dalam UU Korupsi, tindakan sekecil apapun yang dinilai menghambat, dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice karena korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa.

Namun, ia menegaskan bahwa dalam kasus Jak TV, produk jurnalistik yang dihasilkan oleh oknum yang kini menjadi tersangka tidak terkait dengan unsur obstruction of justice. 

“Itu juga dibenarkan oleh Ketua Dewan Pers, bahwa produk jurnalistik itu tidak masuk ke dalam delik hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pujiyono menyatakan bahwa adanya keterlibatan dalam kasus tersebut lebih berkaitan dengan peran tersangka sebagai direktur pemberitaan dan adanya alat bukti lain, termasuk dugaan aliran dana dan pemufakatan jahat.

“Ada joint statement dari Dewan Pers dan Puspenkum Kejagung yang menegaskan bahwa ini tidak terkait dengan produk jurnalistik,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar ditetapkan tersangka dan sempat ditahan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi minyak goreng, timah dan impor gula yang tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).

Tian diduga melakukan pemufakatan jahat bersama dua orang advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Ketiganya disinyalir berkolaborasi untuk membentuk opini publik negatif terhadap Kejaksaan Agung, khususnya terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Menurut Kejagung, Tian menerima uang sebesar Rp487 juta secara pribadi dari Marcella dan Junaedi. Dana tersebut digunakan untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan institusi Kejagung.

Atas dasar itu, Tian langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan ini menjadi sorotan publik, termasuk dari kalangan jurnalis dan organisasi profesi.

(Khafid Mardiyansyah)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |