.png)
3 hours ago
3
Presiden Masoud Pezeshkian (kedua dari kanan).
REPUBLIKA.CO.ID, TEHRAN— Presiden Pezeshkian mengutuk upaya-upaya untuk memaksakan perdamaian dengan kekerasan dan menekankan komitmen Iran terhadap resolusi diplomatik atas program nuklirnya.
Dalam pidatonya di KTT Shanghai Plus di Tianjin, Cina, pada Senin (1/9/2025), dikutip dari Mehernews Presiden Pezeshkian mengatakan bahwa perluasan dialog organisasi dengan negara-negara lain yang berpikiran sama di SCO Plus juga merupakan kesempatan berharga untuk memperdalam dan mengembangkan kerja sama ini.
Pezeshkian mencatat bahwa sejak berakhirnya Perang Dingin, tindakan sepihak telah menghalangi aspirasi umat manusia untuk perdamaian yang abadi, namun pembentukan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) telah menjaga harapan tetap hidup untuk upaya kolaboratif di antara bangsa-bangsa.
Presiden menyatakan bahwa dunia membutuhkan pemahaman dan kerangka kerja baru untuk tata kelola global, yang menjauhi logika berbasis kekuatan dan menggantinya dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan.
Dia menyoroti bahwa wacana yang berlaku di dalam SCO, berkat kontribusi semua negara anggota, secara konsisten bertujuan untuk perdamaian dan keamanan melalui keadilan dan pembangunan.
KTT tahunan SCO telah menjadi kesempatan unik untuk berdialog dan bertukar pikiran di antara negara-negara yang memiliki keprihatinan yang sama mengenai perdamaian, kerja sama, dan upaya mewujudkan dunia yang lebih adil dan aman.
BACA JUGA: Smotrich Siap Bangun Bait Suci, Terompet Sangkakala Mulai Ditiup di Masjid Al-Aqsa, Ya Rabb...
Selama tiga dekade terakhir, SCO telah mempromosikan model baru kerja sama regional dan internasional yang tidak didasarkan pada permusuhan dan konflik identitas, tetapi pada rasa saling percaya dan penghormatan terhadap keragaman.
Pezeshkian menunjukkan bahwa pengalaman SCO menunjukkan bahwa kerja sama, terutama di antara negara-negara berkembang dan negara-negara berkembang, dapat memberikan solusi praktis untuk tantangan global seperti ketidaksetaraan ekonomi, sanksi, perubahan iklim, dan krisis keamanan transnasional.
