WHO Dorong Indonesia Kembangkan Obat Herbal Berbasis Bukti Ilmiah

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia memiliki kekayaan hayati luar biasa yang selama ini dikenal luas sebagai sumber pangan dan herbal tradisional. Kini, potensi tersebut mulai mendapat perhatian dunia. Delegasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan kunjungan ke fasilitas riset Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (16/10/2025), untuk meninjau langsung penerapan riset farmasi berbasis biodiversitas Indonesia.

Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya global memperkuat pengembangan dan regulasi obat bahan alam yang aman, efektif, dan berstandar internasional. Di tengah meningkatnya minat dunia terhadap traditional, complementary, and integrative medicine (TCIM), WHO mendorong negara-negara dengan keanekaragaman hayati tinggi untuk membangun sistem riset dan regulasi yang kokoh. Indonesia, dengan statusnya sebagai salah satu negara dengan biodiversitas terbesar kedua di dunia, menjadi perhatian utama dalam strategi tersebut.

“Pendekatan saintifik dalam pengembangan obat herbal adalah langkah penting agar produk bahan alam bisa diakui secara klinis dan global,” ujar Prof Raymond Tjandrawinata, Director of Business Development and Scientific Affairs di DLBS. Ia menjelaskan bahwa penelitian di laboratorium ini menggunakan teknologi 4.0, mulai dari penemuan bahan aktif hingga uji klinis, untuk memastikan keamanan dan efektivitas obat berbasis alam.

Namun, di balik kemajuan tersebut, pengembangan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) masih menghadapi tantangan regulasi. Salah satunya adalah belum masuknya obat bahan alam dalam Formularium Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Prof Raymond menilai, potensi itu seharusnya dapat dioptimalkan sebagaimana praktik pengobatan tradisional di negara lain seperti India atau Cina yang sudah diakui dalam sistem kesehatan nasional mereka.

Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Dian Putri Anggraweni, menilai pengembangan obat bahan alam di Indonesia menunjukkan arah yang positif. “Inovasi riset bahan alam menjadi contoh bahwa Indonesia mampu bersaing di tingkat global. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memperkuat ekosistem riset obat tradisional dan fitofarmaka nasional,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan WHO-IRCH Secretariat, Dr Pradeep Kumar Dua, menegaskan pentingnya memperkuat sistem regulasi di bidang obat bahan alam. Ia mengaitkan hal ini dengan peluncuran WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034, yang menempatkan regulasi dan keamanan sebagai salah satu dari empat pilar utama.

“Kolaborasi lintas sektor antara regulator, akademisi, dan industri menjadi kunci agar obat berbasis keanekaragaman hayati dapat memenuhi standar global,” kata Dr Pradeep.

Senada dengan itu, Chair WHO-IRCH, Sungchol Kim, dalam pertemuan tahunan International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines (IRCH), menekankan perlunya pembangunan basis bukti ilmiah yang kuat untuk pengobatan tradisional dan komplementer. Pendekatan berbasis sains diyakini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap obat bahan alam.

Selama kunjungan, delegasi WHO dan BPOM meninjau sejumlah fasilitas, termasuk laboratorium bioteknologi, pusat ekstraksi bahan alam, dan area pengembangan OMAI. Para peneliti Indonesia memaparkan bagaimana potensi hayati lokal dapat dikembangkan menjadi produk farmasi yang berbasis riset ilmiah.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |