Jakarta -
Pengusaha hotel berbintang empat hingga lima kini melakukan penurunan harga sewa untuk menarik pengunjung. Hal ini dilakukan seiring dengan angka okupansi hotel di Jakarta yang mengalami penurunan.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan langkah menurunkan harga sewa sebagai cara agar tetap mendapatkan pendapatan dan bertahan.
"Iya tentu (cara menurunkan harga sewa) dari pada kosong. Kalau kosong ga dapat hasil sama sekali," kata dia kepada detikcom, Senin (26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian dalam konferensi pers secara virtual, Dewan Pakar PHRI Jakarta Singgih juga mengakui bahwa hotel berbintang saat ini telah menurunkan harga sewanya. Hal itu terpaksa dilakukan untuk mengejar okupansi yang telah menyusut.
"Boleh dilihat di tempat restoran dan hotel-hotel mana yang rame akan kelihatan bahwa tingkat spendingnya mereka berkurang. Nah harga pasti akan diturunkan oleh hotel bintang 5 dan bintang 4 untuk mengejar volume," jelasnya.
Penurunan harga ini juga tidak mudah, hotel-hotel berbintang juga akan menjadi pesaing ketat hotel yang lebih kecil. Namun, dengan menurunkan harga tidak serta merta akan menambah keuntungan.
"Tapi mengejar volume ini mereka akan balapan untuk mendapatkan si konsumen dengan hotel-hotel yang ada di bawahnya. Jadi sebenarnya spendingnya sendiri tidak ada," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sutrisno mengatakan penurunan okupansi hotel ini disebabkan oleh efisiensi yang dilakukan pemerintah. Biasanya, okupansi dari segmen pemerintah mencapai 20%-45%.
"Jadi kalau itu turun katakan 50% itu berarti turunnya ya sekitar 20%-an. Jadi signifikan kontribusi dari seseorang pemerintah dalam pendapatan hotel," ungkapnya.
Bukan hanya okupansi, krisis industri hotel dan restoran juga disebabkan kenaikan biaya operasional. Ia mengungkap saat ini tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71%, sementara harga gas melonjak 20%. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9% tahun ini.
Selain itu, pengusaha mengeluhkan kerumitan regulasi dan sertifikasi. Sutrisno mengatakan banyak jenis izin yang harus dipenuhi, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan minuman beralkohol.
Menurutnya proses birokrasi yang panjang, duplikasi dokumen antarinstansi, serta biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha.
(ada/rrd)