PPN Naik Jadi 12 Persen, Pemerintah Beri Paket Stimulus Cegah Kontraksi Ekonomi

3 months ago 48

https: img.okezone.com content 2024 12 25 11 3098735 ppn-xebg large.jpg Pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. (Foto Ilustrasi/dok Freepik ijeab)

JAKARTA, Okezone - Untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan pembangunan di semua sektor, yang tentunya salah satu sumbernya adalah dari penerimaan pajak. Namun, kontraksi ekonomi menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan dari setiap penetapan kenaikan pajak. Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah telah mengambil langkah-langkah penting. 

Penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan secara resmi diberlakukan pemerintah per 1 Januari 2025. Mengenai adanya perubahan tarif ini, Pemerintah terus melakukan sosialisasi mengenai barang dan jasa yang terkena tarif baru PPN. 

Perubahan tarif PPN telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Adanya perubahan ini menarik atensi masyarakat dan memicu kekhawatiran akan daya beli masyarakat, khususnya menengah ke bawah yang kemudian berpotensi pada kontraksi ekonomi temporer nantinya. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Pemerintah akan terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan. 

Lanjutnya, dia menjelaskan bahwa pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya, selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong royong yang akhirnya mendasari penerapan kebijakan PPN 12 persen bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian. 

“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” katanya. 

Hal tersebut didukung dengan barang dan jasa tertentu yang akan terkena kenaikan tarif PPN 12 persen, seperti beras premium, daging wagyu, layanan VIP di rumah sakit, dan pendidikan internasional. Sementara, barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum tetap bebas PPN. 

Dengan begitu, beban belanja masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dapat diminimalkan. Sebab, kenaikan harga berbagai kebutuhan lainnya masih berpotensi terdampak meski kenaikan PPN tidak berimbas secara langsung pada beberapa kebutuhan barang dan jasa strategis. 

Untuk itu,  pemerintah memberikan stimulus berupa bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah. Adapun bantuan yang diberikan berupa bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, serta insentif perpajakan seperti perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM, Insentif 21 DTP untuk industri padat karya, dan berbagai insentif PPN dengan total alokasi hingga Rp 265,6 triliun untuk 2025. 

“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan,” tutur Menkeu.

Ekonom Permata Bank Josua Pardede turut mengungkapkan pandangannya. Dia mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen dianggap sebagai langkah strategis namun penuh tantangan. Lantaran, kenaikan PPN ini bertujuan untuk memperkuat fiscal space guna mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. 

Menurutnya, tarif PPN yang meningkat jadi 12 persen juga bisa dibilang relatif kecil karena dampaknya terhadap harga barang secara keseluruhan hanya diperkirakan sekitar 0,9 persen. 

Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan pokok, seperti beras, daging, sayur, dan susu yang tetap dibebaskan dari PPN. Kemudian, pemerintah juga memberikan insentif pada kelompok masyarakat rentan sehingga kenaikan harga akibat tarif PPN naik cenderung tidak signifikan terhadap daya beli masyarakat. 

“Jadi, kenaikan PPN menjadi 12 persen kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya. 

Dampak PPN 12 Persen pada Konsumsi Masyarakat

Josua menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini kemungkinan tidak memengaruhi konsumsi masyarakat menengah ke bawah karena kebutuhan pokok tetap bebas PPN dan adanya stimulus subsidi listrik dan pangan. Namun, konsumsi kelompok masyarakat menengah ke atas dapat berkurang karena barang-barang berkategori mewah kini dikenakan tarif lebih tinggi. 

Selain pada tingkat konsumsi masyarakat, kenaikan PPN ini juga dapat memengaruhi perilaku tabungan masyarakat. Dalam hal ini, tabungan kelompok masyarakat kelas menengah berpotensi terpengaruh, tetapi masyarakat dengan penghasilan tinggi diperkirakan tidak akan terpengaruh.

“Isu ini bukan hanya karena adanya kebijakan PPN tetapi adanya isu struktural yang sudah terjadi, seperti penurunan jumlah kelas menengah di tengah arus PHK,” tuturnya.

Terkait isu ini, pemerintah perlu segera melakukan intervensi kebijakan seperti mendorong penciptaan lapangan kerja guna atasi permasalahan penurunan kelas menengah. 

Josua juga mengatakan, hal tersebut didukung oleh beberapa faktor. Pertama, skema tarif progresif yang menargetkan barang dan jasa mewah. Kedua, upaya pemerintah dalam memberikan insentif dan subsidi yang mengimbangi dampak kenaikan PPN dan ketiga, tren inflasi yang tetap rendah berkat pengendalian harga dan langkah-langkah kebijakan lainnya.

Inflasi Indonesia di Tengah Kenaikan PPN

Saat ini, kondisi inflasi Indonesia tetap rendah meski terdapat kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Josua menuturkan, kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya, pertama adalah kenaikan tarif PPN yang sebagian besar difokuskan pada barang dan jasa yang dikonsumsi kelompok masyarakat menengah ke atas. 

Kedua, pemerintah memberikan insentif signifikan dalam bentuk pembebasan PPN pada beberapa sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan UMKM. Ketiga, penurunan pada inflasi volatile food akibat stabilisasi harga pangan dan yang keempat struktur PPN yang baru. Terakhir atau yang kelima adalah indikator ekonomi menunjukkan konsumsi rumah tangga yang stabil dan bahkan meningkat, diperkirakan tumbuh 4,9 persen YoY pada 2024. 

Senada, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu juga menjelaskan, inflasi Indonesia saat ini rendah, berada di angka 1,6 persen sehingga dampak dari kenaikan PPN adalah 0,2 persen. 

“Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5 persen-3,5 persen," kata Febrio.

Dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0 persen, artinya tidak ada dampak yang signifikan pada kenaikan ke PPN 12 persen. 

Jika dilihat dari optimisme pemerintah, dampak kenaikan pajak ekonomi 12 persen terhadap kontraksi ekonomi masih ada, namun tidak signifikan. Termasuk penurunan konsumsi rumah tangga dan tekanan inflasi.

Oleh karenanya, pemerintah telah melakukan mitigasi dengan memberikan berbagai stimulus kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan dan tepat sasaran. 

Untuk itu, menurut Pengamat Kebijakan Publik Yustinus Prastowo, masyarakat dapat menghadapi kebijakan ini dengan memanfaatkan insentif yang diberikan oleh pemerintah. 

Dia juga mengajak masyarakat agar terus mendorong pemerintah melakukan evaluasi dan monitoring pada satu hingga dua bulan pertama yang berfokus pada sektor-sektor terdampak. 

“Kemenkeu/DJP didorong meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak, terutama untuk underground ekonomi dan informal sektor, sehingga mendongkrak penerimaan pajak tanpa mengejar wajib pajak yang sudah patuh,” tuturnya. 

Dengan demikian, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang diharapkan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi, melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN dapat terwujud. 

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(FDA.-)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Follow

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |