Petani Aceh Tengah pikul cabai untuk dijual ke Lhokseumawe.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH, – Petani di Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, harus berjalan kaki dengan memikul cabai rawit untuk dijual ke Kota Lhokseumawe. Akses jalan di daerah tersebut terputus akibat banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi dua pekan lalu.
"Karena jalan putus, kami tidak bisa menggunakan kendaraan. Kalaupun bisa hanya sampai Kampung Buntul, selebihnya kami harus berjalan melewati lumpur setinggi lutut selama empat jam," ujar Riza Alpiandi, seorang petani Aceh Tengah, di Lhokseumawe, Jumat.
Riza bersama ayah, paman, dan iparnya, membawa cabai dagangannya ke Lhokseumawe melalui jalan KKA dari kampung halamannya. Mereka menaiki sepeda motor hingga Kampung Buntul, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah, kemudian berjalan kaki sejauh 20 kilometer hingga ke Kampung Kem karena jalan terputus dan tertutup longsor di beberapa titik.
Dari Kampung Kem, mereka melanjutkan perjalanan dengan menaiki ojek menuju Kota Lhokseumawe dengan biaya Rp50 ribu per orang. Masing-masing dari mereka memikul cabai seberat 25-33 kilogram. "Sepanjang jalan kami saling membantu satu sama lain, di sana juga ada ojek yang sangat membantu, apalagi dengan jalan yang sangat ekstrem," tambahnya.
Pilihan ini diambil karena harga pangan di kampung sangat mahal, seperti beras yang melonjak dari Rp230 ribu menjadi Rp400 ribu hingga Rp500 ribu per karung. Sementara itu, harga cabai di Aceh Tengah hanya Rp10 ribu per kg, sedangkan di Lhokseumawe bisa mencapai Rp40 ribu per kg.
Cabai tersebut dipanen satu hari sebelum keberangkatan ke Lhokseumawe agar tetap segar saat dijual. "Saya berharap cabai ini cepat laku karena keluarga di rumah menunggu kami membawa beras pulang," kata Muslim, petani lainnya.
Para petani berharap pemerintah segera memperbaiki jalan yang terputus akibat bencana alam tersebut agar aktivitas ekonomi mereka bisa kembali normal.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara
.png)
2 hours ago
3










































