Pemimpin Tanpa Cinta

2 hours ago 1

Image irham muu

Politik | 2025-09-19 15:08:08

Indonesia sudah 80 tahun merdeka, sayangnya kemerdekaan belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat Indonesia, ditandai dengan unjuk rasa di mana-mana yang bertepatan bulan kemerdekaan. Apa artinya ini?

Unjuk rasa pertama dimulai dari masyarakat Pati pada, 13 Agustus dipicu karena kenaikan pajak PBB hingga 250 persen, meski kenaikannya dibatalkan dan bupati sudah minta maaf. Masyarakat sudah terlanjur sakit hati, karena arogansi bupati dan beberapa kebijakan lainnya yang dianggap koruptif. Para demonstran menuntut bupati mundur dan berujung pada pemakzulannya melalui hak angket DPRD yang hingga kini terus berlanjut.

Demo Pati memicu demo-demo di daerah lain yang ternyata pemicu utamanya sama, yaitu kenaikan pajak. Puncaknya demo di Jakarta 28-29 Agustus oleh para pengemudi ojol yang berujung tewasnya Affan Kurniawan karena terlindas mobil baja polisi. Unjuk rasa menuntut dibubarkannya DPR, karena ada kesenjangan yang terlalu tinggi bak bumi dan langit.

Fasilitas para pejabat naik sementara ekonomi masyarakat sedang lesu bahkan jatuh, ditambah aksi anggota DPR yang joget-joget, tidak peduli, dan kurang peka bahkan ada kecenderungan mengejek masyarakat. Komunikasi sebagian anggota DPR tampak buruk yang makin menyulut kemarahan masyarakat. Pembakaran fasilitas publik dan penjarahan pun terjadi.

Para ahli dan pengamat sebagian berpendapat kekacauan ini sebagai puncak kemarahan masyarakat akibat kenaikan pajak PBB, kondisi ekonomi lemah, komunikasi pejabat yang buruk, kurangnya empati, sementara fasilitas pejabat naik, adanya arogansi dan pamer kekayaan yang menunjukkan paradoks dengan masyarakat. Tulisan ini ingin menambahkan bahwa ini akibat para pemimpin tidak memiliki rasa cinta kepada rakyatnya.

Cinta yang cedera

Pengunjuk rasa di Pati memutar dan menyanyikan lagu perlawanan berjudul Bongkar. Lagu yang digubah oleh Iwan Fals diawali dengan syair, "kalau cinta sudah dibuang, jangan harap keadilan akan datang. Kesedihan hanya tontonan, bagi mereka yang diperkuda jabatan." Para pendemo melalui lagu ini seakan mengirimkan pesan bahwa para pemimpin tidak punya cinta dan keadilan. Mereka menindas rakyat dengan pajak, dan keresahannya tidak didengar. Karena tak ada cinta, keadilan tidak kunjung datang, maka unjuk rasa dan menjatuhkan pemimpin sebagai jalan untuk melawan.

Perasaan tersebut sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Pati, namun hampir seluruh rakyat Indonesia. Gejolak masyarakat saat ini pada dasarnya karena cinta yang cedera. Seorang filosof dan ulama pakar etika, Ibn Miskawaih (w. 1030 M) dalam kitabnya Tahdzib al-Akhlaq memberikan pandangannya mengenai cinta yang cedera (al-mahabbah al-lawwamah). Cinta ini mencederai jiwa kemanusiaan, yang terjadi kepada para pemimpin terhadap rakyat, atau kepada orang kaya terhadap orang miskin. Semestinya hubungan pemimpin dengan rakyat adalah mengayomi dan mensejahterakan, sementara hubungan rakyat dengan pemimpin adalah taat dan hormat. Namun jika sebaliknya pemimpin tidak adil dan rakyat mencelanya, ini menunjukkan adanya hubungan (cinta) yang cedera atau ternoda.

Bentuk cinta tersebut dapat juga terjadi pada bos dan anak buah. Umpatan, hinaan atau celaan dari bawahan ke atasan, rakyat ke pemimpin, akan terjadi. Kata Ibn Miskawaih hal ini dalam realitas sosial selalu terjadi, karena adanya ketidakadilan dan tidak adanya titik temu antara hak dan kewajiban. Menurutnya, cinta cedera tidak akan terjadi, ketika keadilan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban terpenuhi. Ini penting untuk diperhatikan bagi para pejabat atau pemimpin. Hubungan antara pemimpin dan rakyat akan berubah menjadi saling curiga manakala pemimpin tidak adil dan arogan, padahal yang semestinya mereka saling mencintai seperti dalam sebuah keluarga.

Sekali lagi cinta yang cedera artinya bentuk cinta yang merasakan atau mengalami luka, kekecewaan, keretakan dan kehancuran. Banyak faktor yang dapat memicunya yaitu, ketidakadilan, tiadanya kerelaan, tiadanya keseimbangan, yang ujungnya adalah melukai jiwa kemanusiaan. Cinta yang cedera memunculkan perilaku yang sebaliknya atau istilah lawan katanya yaitu kebencian.

Perlu cinta dalam berbangsa dan bernegara

Cinta sebagai kunci menuju kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Ibn Miskawaih memberikan pandangannya ada dua jalur cinta yang mesti ditumbuhkan, model yang pertama untuk pemimpin dan yang kedua untuk rakyat atau masyarakat. Bagi pemimpin negara bahwa kecintaan yang semestinya ditumbuhkan adalah bagaikan kecintaan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua mencintai anaknya dengan tulus, sebanding mencintai dirinya sendiri, bahkan melebihi dari pada itu, dan sepanjang waktu. Pemimpin bertanggung jawab menjaga dan menyejahterakan rakyatnya seperti seorang bapak menjaga dan mendidik anaknya penuh kasih sayang, welas asih, penuh perhatian dan kehati-hatian.

Kemudian bagi masyarakat kecintaan yang tumbuh seperti cinta terhadap saudaranya (ukhawiyyah) yang disatukan karena hubungan keluarga. Artinya setiap masyarakat bersaudara, ada hubungan saling menyayangi karena satu bangsa dan negara, rakyat patuh dan hormat kepada pemimpinnya. Jika ini terjadi, maka akan terwujud yang namanya politik menjaga dengan ketentuan-ketentuan yang benar (al-siyasah mahfudhah ala syaraitiha al-sahihah).

Jika yang terjadi adalah sebaliknya yaitu, pemimpin negara tidak mengayomi, tidak adil pada rakyatnya, kemudian kepemimpinan yang otoriter (al-taghallub) maka kecintaan rakyatnya menjadi berubah kepada kebencian, pertikaian, dan bercerai berai. Akibat selanjutnya kondisi makin runyam, pertemanan putus, kebaikan bersama hilang, dan terjadi cheos karena aturan-aturan yang ditabrak. Jangan salahkan rakyat jika cinta tak kunjung datang dari pemimpin, lalu rakyat mengutuknya. Yang perlu direnungi adalah seperti kata Ibn Khaldun dalam kitab Mukaddimah-nya, bahwa keruntuhan sebuah bangsa dan negara dimulai dari kerusakan moral dari para elit penguasanya. Semoga saja Indonesia tetap jaya, para elitnya mau berubah sikap mencintai rakyatnya dengan tulus dan rakyat patuh dan menghargai pemimpinnya. Ini cinta yang seimbang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |