Ngeri! Deflasi Berkepanjangan Bisa Picu Resesi dan Gelombang PHK Baru

1 day ago 9

Jakarta -

Indonesia alami deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025 secara bulanan (month to month/mtm). Deflasi ini sudah ketiga kalinya sepanjang tahun ini setelah Januari (-0,76%) dan Februari (-0,48%).

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan deflasi yang berkepanjangan bisa memicu resesi ekonomi secara teknikal dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) baru.

"Kalau kondisi motor permintaan rendah berlanjut, maka PHK massal makin masif di semester ke II tahun ini, bisa memicu resesi teknikal," kata Bhima kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, resesi teknikal adalah situasi yang terjadi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara berada di bawah 0 (negatif) selama dua kuartal berturut-turut.

Bhima memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 kembali tidak sampai 5%. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi melambat ke 4,87% pada kuartal I-2025 (year on year/yoy).

"Ini sudah lampu kuning, ada gejala pertumbuhan ekonomi melambat di kuartal II-2025," ucap Bhima.

Hal senada juga disampaikan Senior Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. Deflasi yang berkepanjangan akan membuat ekonomi menantang dan potensi terjadinya PHK massal.

"Tidak disebut krisis, turbulensi cuma agak keras terutama bagi masyarakat menengah bawah. (PHK) bisa meningkat perkiraannya memang di atas 80 ribu di 2025," imbuhnya.

Pemerintah dinilai harus berbuat sesuatu. Pasalnya beberapa sektor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi banyak yang mengalami penurunan.

"Harus ada upaya mengambil inisiatif untuk mengurangi efek dari global. Pertama diversifikasi negara tujuan ekspor, tujuan produk-produk yang diterima di luar pasar AS maupun negosiasi tarif agar dampak ke dalam negerinya bisa berkurang," saran Tauhid.

"Lalu enam paket stimulus itu cukup untuk bantalan kelas bawah, tapi untuk kelas menengah kurang. Jadi stimulus yang diperlukan adalah stimulus di bidang infrastruktur dan padat kerja termasuk stimulus tambahan untuk sektor industri karena itu yang menyerap lapangan kerja paling banyak," tambahnya.

Tonton juga "Pesan Jokowi ke Pemerintah yang Baru: Hati-hati Mengelola Negara" di sini:

(aid/fdl)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |