Merawat Orang Tua Sendirian Terasa Berat? Ini Saran dari Psikolog

3 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan tak jarang menjadi tumpuan dalam merawat orang tua yang menua. Fenomena ini dikenal sebagai parentifikasi, ketika anak mengambil alih peran dan tanggung jawab yang seharusnya dijalankan oleh orang tua atau anggota keluarga dewasa lainnya.

Menanggapi hal ini, psikolog dari Universitas Indonesia Prof Rose Mini Agoes Salim menjelaskan bahwa parentifikasi bisa terjadi karena berbagai penyebab. Salah satunya adalah ketidakmampuan orang tua dalam menjalankan peran sebagai pengasuh atau pemimpin keluarga.

"Ada kalanya salah satu orang tua meninggal, dan yang tersisa merasa butuh partner untuk menjaga keseimbangan keluarga. Tak jarang, anak akhirnya mengambil alih peran tersebut," kata Rose saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (20/7/2025).

Selain itu, parentifikasi dapat disebabkan oleh anggapan-anggapan keliru dalam keluarga. Misalnya, perempuan muda yang belum menikah sering kali dianggap sebagai anak yang paling tersedia dan tidak terlalu sibuk, dibandingkan kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga.

"Selain itu, ada juga anggapan bahwa anak yang paling siap secara materi itu lebih pantas menjaga orang tua. Jadi akhirnya beban dialihkan kepada anak tersebut. Padahal kan seharusnya tidak seperti itu," kata Rose.

Menurut Rose, parentifikasi bukan hal baru dalam budaya keluarga Indonesia. Pada masa lalu, hubungan kekeluargaan yang kuat memungkinkan beban perawatan orang tua atau saudara dibagi secara kolektif, bahkan hingga ke kerabat jauh seperti paman atau bibi.

"Tapi seiring perubahan zaman saya kira sudah tidak sampai begitu ya. Sehingga tanggung jawab tersebut semakin mengerucut dan kerap jatuh pada satu anak saja," jelas Rose.

la kemudian menekankan pentingnya memahami batas wajar dalam merawat orang tua, terutama jika tanggung jawab itu dibebankan kepada anak muda. Meski merawat orang tua adalah tindakan mulia dan penuh pahala, keluarga tetap harus memperhatikan keseimbangan peran dan beban psikologis yang muncul.

"Tanggung jawab itu harus disesuaikan dengan usia dan kapasitas anak. Jangan sampai anak memikul beban emosional dan fisik yang lebih besar daripada yang mampu ia tanggung," ujar Rose.

Rose mengingatkan, keluarga perlu membuka ruang diskusi dan evaluasi mengenai pembagian peran di rumah. Jika tanggung jawab mulai terasa timpang, penting untuk mencari jalan tengah, termasuk mempertimbangkan dukungan dari saudara kandung lainnya atau bantuan profesional, agar beban tidak hanya dipikul oleh satu pihak saja.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |