Jakarta -
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DK Jakarta mengatakan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 10% hingga 30%. Langkah ini dilakukan karena dominasi hotel di Jakarta mengalami penurunan okupansi, sehingga pendapatan ikut merosot.
Selain itu, Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan beban biaya yang dikeluarkan pengusaha juga semakin tinggi. PHK diprediksi akan terjadi
"Efisiensi di segala lini itu dilakukan oleh pengusaha hotel. Kalau kita bicara efisiensi, maka komponen biaya terbesar itu adalah tenaga kerja. Oleh karena itu, syukur-syukur jangan berujung PHK, jika itu yang kemudian akan dilakukan bisa mencapai angkanya sekitar 10% sampai 30% dari karyawan yang ada," kata Sutrisno, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei PHRI Jakarta menyebutkan, salah satu penyebab penurunan okupansi ini tertinggi dari anjloknya permintaan dari pemerintahan. Kondisi ini terjadi seiring dengan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
"Permasalahan yang dihadapi dari hasil survei tersebut, sebanyak 66,7% responden menyebutkan tertinggi, itu terutama terjadi di segmen pasar pemerintahan. Ini karena adanya pengetatan anggaran. Sebagai mana tahu, hotel-hotel itu memang salah satu sumber penting, baik itu berupa hunian kamar, kemudian meeting, dan juga restoran itu berasal dari pemerintah," kata dia.
Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik. Hal ini terjadi karena kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap kunjungan ke Jakarta masih tergolong sangat kecil.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, dari tahun 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisman hanya mencapai 1,98% per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik. Kondisi ini mencerminkan kurang efektifnya strategi promosi dan program pemerintah dalam mendatangkan turis mancanegara, khususnya ke Jakarta.
Beban biaya pengeluaran juga memperparah kondisi hotel. Sutrisno mengungkap saat ini tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71%, sementara harga gas melonjak 20%. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9% tahun ini.
PHRI Jakarta pun meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis. Beberapa usulan yang disarankan meliputi, pertama pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat.
Kedua, peningkatan promosi pariwisata yang lebih terarah dan berkesinambungan. Ketiga penertiban akomodasi ilegal yang merusak pasar dan tidak memiliki izin resmi.
Keempat, peninjauan kembali terhadap kebijakan tarif air, harga gas industri, dan UMP sektoral dan kelima penyederhanaan proses perizinan dan sertifikasi, termasuk mengintegrasikan sistem antar instansi agar lebih efisien dan transparan.
(ada/rrd)