Influencer Wajib Bersertifikat? Pemerintah Kaji Kebijakan ala Cina

8 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Influencer di Indonesia, siap-siap! Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) tengah mengkaji kebijakan baru pemerintah Cina yang mewajibkan para pemengaruh atau influencer memiliki sertifikasi untuk bisa membuat konten terkait topik tertentu.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkomdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan diskusi dan analisis internal terkait aturan tersebut. “Informasi ini masih baru, kami masih kaji dulu memang. Kami ada grup WA (WhatsApp), kami lagi bahas 'Gimana ini isu ini? Ada negara udah mengeluarkan kebijakan baru nih', ini masih kita kaji,” ujar Bonifasius.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Kemkomdigi selalu memantau kebijakan negara-negara lain yang berkaitan dengan langkah dalam menjaga ekosistem digital. Dia mencontohkan, Indonesia belajar dari Australia yang membatasi penggunaan media sosial bagi anak di bawah umur, yang kemudian mendorong penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Menurut Bonifasius, kebijakan sertifikasi untuk pemengaruh di Cina masih dikaji dan dianalisis. Pemerintah namun diakuinya berupaya mencegah penyebaran konten yang bersifat misinformasi namun tidak sampai mengekang kebebasan masyarakat di ruang digital.

"Kita perlu menjaga, tapi jangan sampai terlalu mengekang. Kompetensi memang diperlukan, jangan sampai muncul tadi justru mereka yang membuat konten yang salah," ujarnya.

Ia menegaskan, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan apakah kebijakan serupa akan diterapkan di Indonesia. Kemkomdigi masih membuka ruang dialog dan masukan dari berbagai pihak terkait aturan tersebut.

"Kita harus mendengar (masukan). Kalau perlu (diterapkan), oke, tapi gimana? Seperti apa? Kan pasti ada leveling grade-nya. Seperti apa harus kita atur? Menyasar siapa saja? Karena sekarang yang jadi konten kreator banyak banget," kata Bonifasius.

Pemerintah Cina resmi menerapkan kebijakan baru yang mewajibkan pemengaruh dan pembuat konten memiliki ijazah atau sertifikasi akademik sebelum membahas topik profesional. Aturan yang diumumkan pada 10 Oktober 2025 oleh Administrasi Radio dan Televisi Negara (NRTA) bersama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China itu berlaku untuk konten di bidang kedokteran, hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan. Sektor tersebut dinilai paling rentan terhadap penyebaran informasi keliru.

Melalui kebijakan tersebut, platform digital seperti Douyin (TikTok versi Cina), Bilibili, dan Weibo diwajibkan memverifikasi kelayakan akademik kreator sebelum mereka diizinkan memublikasikan konten profesional. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi berupa denda hingga 100.000 yuan (sekitar Rp 230 juta) atau penutupan akun. Langkah ini menjadi bagian dari upaya nasional Cina untuk menjaga integritas informasi daring serta mencegah penyebaran hoaks di ruang digital.

sumber : Antara

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |