JAKARTA - Indonesia saat ini berada di persimpangan penting dalam sejarahnya. Di tengah kompleksitas tantangan global, penguatan karakter bangsa menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.
Revolusi mental, yang kini diteruskan sebagai penguatan karakter dan jati diri bangsa dalam konsep Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, menjadi jawaban atas krisis nilai yang menghambat kemajuan bangsa. Fokusnya adalah mengubah cara berpikir masyarakat menjadi lebih baik, tidak hanya demi kepentingan pribadi, tetapi juga demi kepentingan bangsa dan negara.
Demikian ditegaskan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Ace Hasan Syadzily di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Revolusi mental sebagai sebuah gerakan sangat tepat untuk terus dikuatkan. Konsep ini secara umum ditujukan untuk mengubah cara berpikir dan bertindak masyarakat menjadi lebih baik demi terwujudnya Indonesia yang kuat,” ujarnya.
Meski begitu, Ace mengakui tantangan yang dihadapi saat ini tidak ringan. Ia pun mencotohkan terkait birokrasi yang di beberapa bagiannya masih rumit dan pada akhirnya sering kali menjadi lahan subur bagi praktik-praktik ilegal.
“Hal seperti ini tidak hanya akan menghambat pembangunan, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini harus dibersihkan,” katanya.
Presiden Prabowo Subianto, dalam Asta Cita yang menjadi panduan arah pemerintahannya pun memberikan perhatian khusus pada penguatan nilai-nilai karakter dan jati diri bangsa. Salah satu implementasinya dikatakan Ace adalah pemberantasan korupsi sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan jujur.
Mengapa ini perlu ditekankan? Karena Presiden Prabowo bahkan mengungkapkan terjadi kebocoran yang mencapai 30 persen karena perilaku-perilaku kourp. Kebocoran ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menunda berbagai program pembangunan yang seharusnya dapat segera dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Langkah strategis yang ditawarkan, ucap Ace adalah penguatan karakter dan jati diri. Dengan membangun karakter bangsa yang kuat, pola pikir jangka pendek yang hanya berorientasi pada keuntungan pribadi dapat digantikan oleh visi jangka panjang yang berorientasi pada kemajuan bersama.
“Dalam persaingan global, pola pikir seperti ini sangat dibutuhkan. Birokrasi yang sederhana, efisien, dan bersih adalah kunci untuk menarik investasi, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan transaksi ekonomi, dan memperkuat pendapatan negara melalui pajak,” ujar Ace.
Perilaku korup dikatakan Ace juga menjadikan Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara seperti Malaysia dan Vietnam dalam hal menarik investor. Penyebabnya adalah proses investasi yang dinilai masih berbelit-belit, salah satunya investor dihadapkan pada permintaan fee atau komisi sebelum modal ditanamkan.
“Pola pikir yang mengedepankan keuntungan instan ini tidak hanya merugikan investor, tetapi juga menghambat perkembangan ekonomi,” ujarnya.
Pendidikan sebagai Kunci Kuatnya Karakter dan Jati Diri
Penguatan karakter bangsa tidak akan efektif tanpa dukungan sistem pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Maka standarisasi dalam pendidikan karakter di Indonesia dikatakan Ace harus diperkuat. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, misalnya, harus memiliki standar kompetensi yang jelas.
“Hal ini agar generasi muda makin memahami dasar-dasar bernegara, seperti tujuan utama didirikannya negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan kesejahteraan umum, dan ikut serta menciptakan ketertiban dunia,” ujar Ace.
Di masa lalu, katanya, program Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) memberikan pembekalan yang cukup meski terkesan sebagai doktrinasi. Maka saat ini, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) pun kembali merintis sebuah program penguatan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk pengajar ketahanan nasional.
LSP ini bertujuan menciptakan standar yang jelas dalam mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, seperti Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Dengan adanya standar ini, pengajaran nilai-nilai kebangsaan diharapkan lebih terstruktur dan efektif dalam membentuk generasi yang mencintai dan memahami tujuan bernegara.
Tantangan besar lainnya dalam upaya penguatan karakter bangsa adalah ketidaktahuan masyarakat, terutama generasi muda, tentang dasar-dasar bernegara.
“Banyak yang belum hafal Pancasila atau memahami maknanya. Padahal, nilai-nilai Pancasila merupakan panduan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidaktahuan ini menjadi celah bagi masuknya paham-paham yang bertentangan dengan nilai kebangsaan, seperti radikalisme dan individualisme ekstrem,” ujar Ace.
Pendidikan karakter yang berbasis pada nilai-nilai kebangsaan harus menjadi prioritas. Dengan menanamkan pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sejak dini, generasi muda akan memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan global sekaligus tetap menjaga identitas kebangsaannya.