Batas Usia Dihapus dari Syarat Loker, Tekan Pengangguran atau Beban Perusahaan?

1 day ago 8

Jakarta -

Batas usia dalam lowongan kerja (loker) resmi dihapus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja.

Dalam aturan tersebut, memuat larangan syarat dalam lowongan kerja yang dianggap diskriminatif, seperti batas usia pelamar, penampilan menarik, hingga status pernikahan. Aturan ini menuai beragam respons, baik dari ekonom maupun pengusaha.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, aturan ini berpotensi menambah beban bagi dunia usaha lantaran batas usia biasanya ditetapkan sebagai tahap penyaringan awal. Ia juga menyebut regulasi ini tidak berdampak signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebijakan ini netral saja impact-nya bagi penciptaan lapangan kerja, tetapi ada potensi menambah kerepotan bagi dunia usaha," kata Wijayanto kepada detikcom, Rabu (28/5/2025).

Wijayanto menambahkan, hanya sedikit negara di dunia yang menetapkan unsur usia dalam proses rekrutmen lowongan kerja. Adapun pengertian inklusif dalam lowongan kerja pada umumnya hanya meliputi penampilan fisik, gender, ras, suku dan agama.

Lain halnya dengan Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, yang menilai regulasi ini dapat menyerap tenaga kerja lantaran dipercaya membuka peluang bagi pelamar berusia 30-40 tahun.

"Ke depan, dengan semakin maraknya PHK, pengangguran usia dewasa akan cukup tinggi. Penghapusan batas usia ini bisa dibilang menjadi peluang bagi mereka yang kehilangan pekerja di usia dewasa (30-40 tahun) bahkan lebih dari 40 tahun," jelas Huda kepada detikcom.

Huda juga menilai batas usia menjadi syarat yang diskriminatif terhadap individu. Terlebih di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Orang yang terkena PHK di usia 30-40 tahun akan semakin susah mendapatkan pekerjaan kembali. Padahal kebutuhan mereka tambah tinggi dengan berkeluarga. Usia tersebut juga masih bisa bekerja secara produktif. Akibatnya, di usia yang tidak muda lagi, korban PHK beralih ke sektor informal yang tidak memberikan kesejahteraan yang lebih baik," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam menilai, persyaratan kerja mestinya menjadi domain bagi perusahaan, bukan pemerintah. Pasalnya, perusahaan memiliki spesifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

"Sebaiknya persyaratan kerja biar ditentukan perusahaan penerima, bukan pemerintah terutama yang berkaitan dengan spesifikasi pekerjaan," ujar Bob kepada detikcom.

Namun begitu, Bob tak menampik regulasi ini ditetapkan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi kerja. Hanya saja menurutnya, spesifikasi kerja mestinya menjadi kewenangan perusahaan.

(hns/hns)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |