Jakarta -
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Senin (12/5/2025) berisi arahan perusahaan farmasi untuk menurunkan harga obat-obatannya. Hal ini dilakukan agar harga produk obat-obatan sesuai dengan harga di negara lain.
Dikutip dari Reuters, Selasa (13/5/2025), perintah tersebut memberikan tenggat waktu bagi perusahaan farmasi agar melakukan penyesuaian harga dalam waktu 30 hari ke depan.
Apabila perusahaan-perusahaan tersebut tidak membuat kemajuan signifikan terhadap harga obat-obatan ini, pemerintah AS menyatakan akan mengambil tindakan lebih lanjut untuk menurunkan harga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah konferensi pers, Trump mengatakan bahwa pemerintah akan mengenakan tarif jika harga di AS tidak sesuai dengan harga di negara lain. Selain itu, ia juga mengupayakan pemotongan harga obat antara 59% dan 90%.
"Semua orang harus menyamakan (harga). Semua orang harus membayar harga yang sama," kata Trump.
Meski demikian, para investor, analis, dan pakar sendiri menilai bahwa eprintah tersebut tidak seburuk yang dikhawatirkan. Saham perusahaan farmasi, yang sebelumnya turun karena ancaman penetapan harga berangsur pulih dan naik.
Saham Merck & Co (MRK.N), ditutup naik 5,8%, sementara Pfizer (PFE.N), naik 3,6% dan Gilead Sciences (GILD.O), ditutup naik 7,1%. Eli Lilly (LLY.N), produsen obat terbesar di dunia berdasarkan nilai pasar, naik 2,9%.
Amerika Serikat sendiri membayar harga tertinggi untuk obat resep, bahkan seringkali hampir tiga kali lebih mahal daripada negara maju lainnya. Trump mencoba pada masa jabatan pertamanya untuk menyamakan harga AS dengan negara lain, namun sempat dihalangi oleh pengadilan.
Trump pertama kali mengusulkan penetapan harga obat saat dirinya berupaya memenuhi janji kampanye untuk mengatasi inflasi dan menurunkan harga sejumlah barang kebutuhan sehari-hari bagi warga Amerika. Ini mulai dari telur hingga bensin untuk mobil mereka.
Trump mengatakan, perintahnya tentang harga obat merupakan hasil diskusinya dengan seorang teman yang tidak disebutkan namanya, yang memberi tahu presiden bahwa ia mendapat suntikan penurun berat badan seharga US$ 88 di London. Sedangkan obat yang sama di AS harganya US$ 1.300.
Berdasarkan salinan perintah Trump tentang penurunan harga obat ini, jika produsen obat tidak memenuhi harapan pemerintah, pemerintah akan menggunakan peraturan untuk menyamakan harga obat dengan harga internasional dan mempertimbangkan berbagai tindakan lain. Ini termasuk mengimpor obat dari negara maju lain dan menerapkan pembatasan ekspor.
Perintah Trump mengarahkan pemerintah untuk mempertimbangkan memfasilitasi program pembelian langsung ke konsumen yang akan menjual obat dengan harga yang dibayarkan negara lain. Kelompok dagang yang mewakili perusahaan bioteknologi dan farmasi mengecam tindakan tersebut.
Perintah tersebut juga mengarahkan Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) untuk mempertimbangkan penegakan hukum yang agresif terhadap apa yang disebut pemerintah sebagai praktik antipersaingan oleh produsen obat.
Pengacara kebijakan kesehatan Paul Kim menilai perintah eksekutif tersebut kemungkinan akan menghadapi gugatan hukum, khususnya karena melampaui batas yang ditetapkan oleh hukum AS. Hal ini termasuk juga pada dukungan impor obat-obatan dari luar negeri.
"Saran perintah tersebut, tentang impor yang lebih luas atau langsung ke konsumen jauh melampaui apa yang diizinkan undang-undang," kata Kim.
(shc/eds)