Potongan Aplikator Jadi Beban, Driver Sekarang Cari Nafkah 'Nggak Tidur-Tidur Kayak Ikan'

16 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Suwano tengah beristirahat di atas kursi yang tersedia di trotoar Jalan Mahbub Djunaidi, Menteng, Jakarta, Jumat (31/10/2025) siang. Segelas kopi yang baru dipesannya dari pedagang keliling menemani waktunya beristirahat setelah seharian narik penumpang sebagai pengemudi ojek online (ojol).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Sudah sejak pukul 19.00 WIB, laki-laki yang baru dikaruniai anak kedua itu berkeliling ibu kota untuk mencari pelanggan. Namun, uang yang ada di kantongnya belum cukup untuk dibawa pulang. Pasalnya, uang yang didapatkannya itu baru cukup untuk membayar sewa motor sebesar Rp 100 ribu. 

"Ya kan motor boleh sewa. Ini ada lebih tadi Rp 30 ribu, gue beli ginian. Buat makan di jalan," kata Suwano kepada Republika.

Pakaiannya terlihat kucel, wajahnya masih tampak lesu karena kurang tidur. Namun, ia mesti tetap mengumpulkan semangat untuk kembali menjemput rezeki. Targetnya hanya Rp 100 ribu lagi agar bisa pulang dan memberi nafkah kepada istri dan anaknya yang menunggu di rumah.

Laki-laki yang telah menjadi pengemudi ojol sejak 2016 itu mengaku bahwa penghasilannya makin lama makin berkurang. Tak lagi sama seperti awal-awal ia memutuskan menjadi pengemudi ojol.

Suwano mengisahkan, ketika awal memutuskan bekerja sebagai ojol, mencari uang ratusan ribu rupiah sehari bukanlah hal yang sulit dilakukan. Dalam sehari, ia mengaku bisa mendapatkan uang Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu dengan mudah.

"Badan nggak capek kayak sekarang. Sekarang dapetin 400 tuh mesti bener-bener ngalong. Kayak gini, mata bawah pasti hitam, enggak tidur-tidur kayak ikan," kata laki-laki berusia 30 tahun itu.

Ia mengatakan, salah satu penyebab penghasilan para pengemudi ojol terus menurun adalah perhitungan tarif yang makin lama makin mengecil. Menurut dia, dahulu pendapatan yang didapat pengemudi ojol adalah sekitar Rp 11 ribu untuk 1 kilometer pertama. Sementara untuk kilometer selanjutnya bertambah sekitar Rp 2.000 dan berlaku kelipatan.

Namun, saat ini upah yang diterima pengemudi ojol hanya sekitar Rp 10.400 untuk setiap perjalanan di bawah 4 kilometer. Setelah itu, untuk 4 kilometer selanjutnya tarifnya hanya naik menjadi Rp 10.800.

Angka-angka itu merupakan pendapatan pengemudi ojol setelah dipotong biaya komisi oleh operator. Potongan itu saat ini bisa mencapai 20 persen atau lebih.

"Ya kita mau ngomong apa. Dia yang punya aplikasi, (saya) jalanin, Bismillah ya," ujar Suwano.

Suwano berharap, peraturan presiden (perpres) terkait ojol yang kini masih dalam pembahasan harus mengatur mengenai hal tersebut. Terutama soal potongan komisi untuk aplikator yang maksimal hanya 10 persen. Menurut dia, salah satu cara utama untuk menyejahterakan pengemudi ojol adalah mengurangi potongan komisi aplikator. 

"Pokoknya dari potongan deh (jadi 10 persen), driver sejahtera. Kalo dulu potongan kecil, harganya gede. Driver kebutuhan juga belum terlalu banyak dulu mah. Belum rebutan. Kalo sekarang kan, sudah terlalu banyak. Berapa ganti presiden, kebutuhan makin tinggi, pajak makin gila, argo enggak pernah naik. Yang ada diturunin," kata mitra Gojek itu.

Ia pun ingin regulasi itu dapat mengatur mengenai program-program aplikator yang mensyaratkan mitra membayar biaya tambahan. Mengingat, Gojek rencananya akan menerapkan program hemat yang mengharuskan mitra membayar biaya tambahan ketika ingin ikut tersebut, seperti yang telah diterapkan Grab.

Suwano mengakui, program itu bersifat opsional. Artinya, mitra tidak perlu membayar biaya tambahan kepada aplikator apabila tak ingin ikut program tersebut. Namun, program itu pasti ujungnya bakal memaksa mitra untuk ikut serta. 

"Kalo enggak ngikut, kita enggak bunyi (dapat pesanan). Jadinya mau enggak mau, emang harus dipaksakan, ya lu harus bayar kalo lu mau dapet order," kata dia.

Ia menilai, hal-hal semacam itu yang mesti diregulasikan dengan benar. Dengan begitu, para mitra tidak terus menerus menjadi sapi perah aplikator. 

Suwano mengaku tak terlalu peduli dengan iming-iming jaminan sosial yang diberikan aplikator. Pasalnya, selama ini ia telah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai jaminan sosial dari pemerintah. Menurut dia, keberadaan kartu itu sudh sangat cukup untuk menjamin kesehatannya bersama anak dan istrinya. 

Sementara untuk jaminan kecelakaan kerja, para pengemudi ojol juga secara otomatis terdaftar dalam asuransi Jasa Raharja. Pasalnya, para pengemudi ojol merupakan orang-orang yang membayar pajak kendaraan bermotor.

"Enggak perlu (jaminan sosial). Buat apa? BPJS untuk orang-orang susah kayak kita kan dari RT/RW udah ada. Gratis. Kemarin dua kali, istri saya lahiran, 0 rupiah," kata dia.

Baginya, masalah utama yang dihadapi para pengemudi ojol hari ini adalah potongan komisi yang terlalu besar. Akibat itulah, para pengemudi ojol tidak bisa sejahtera.

"Potongan, kecilin. Udah itu doang sih, potongan aja. Kalo potongan dikecilin aja, driver juga udah merdeka. Argo jangan dikurangin," ujar Suwano.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |