Fatwa Haram PBB dari MUI, Wali Kota Yogya: Kita Taat kepada Ulama, Tapi Tunggu Keputusan Pusat

34 minutes ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengatakan akan menghormati penuh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pajak Berkeadilan yang salah satu poinnya berbunyi bumi dan bangunan yang dihuni tidak layak dikenakan pajak secara berulang.

Penerapan fatwa dalam bentuk kebijakan perpajakan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Karena itu, Pemkot Yogyakarta memilih menunggu arahan resmi dari Jakarta.

"Kalau tentang fatwanya kan, kita jelas taat kepada ulama, kepada para ahli gitu ya, kemudian saya yakin pemerintah pusat akan mengkaji dan menindaklanjuti implementasi fatwa ini seperti apa, saya kira yang akan menentukan taat kemudian mengikuti fatwa ulama atau tidaknya kan pemerintah pusat," kata Hasto saat dihubungi Republika, Kamis (27/11/2025).

Hasto mengaku siap beradaptasi apabila pemerintah pusat pada akhirnya memutuskan untuk mengimplementasikan fatwa MUI terkait PBB yang dinilai tidak layak dikenakan berulang untuk hunian. Bagi dia, perubahan kebijakan pajak itu tidak menjadi persoalan besar sepanjang pemerintah pusat juga melakukan penyesuaian mekanisme fiskal.

Ia menyampaikan selama ini, tujuan utama pemungutan pajak daerah adalah untuk mendukung layanan publik. Sehingga, selama pendapatan negara dari sektor lain mampu mengompensasi perubahan aturan pajak, Hasto menyakini daerah tetap bisa beroperasi dengan baik.

"Karena gini, tujuan kita mendapatkan pendapatan daerah dari pajak itu kan untuk meng-cover layanan publik yang sifatnya ada yang namanya layanan primer ya, dasar wajib ya. Bagi saya kalau negara kita ini sudah ada income dari sumber lain yang kemudian bisa meng-cover layanan dasar yang wajib tadi dan juga layanan-layanan publik yang lainnya, ya bagi saya tidak masalah (jika fatwa tersebut ditaati oleh pemerintah pusat -red)," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hasto menyebut pengaruh fatwa MUI terhadap potensi penurunan penerimaan pajak daerah bukanlah persoalan yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Menurutnya, apabila penerimaan pajak berkurang sebagai konsekuensi kebijakan baru, pemerintah tetap dapat beradaptasi.

Hilangnya PBB untuk hunian disebutnya tidak akan terlalu membebani jika pemerintah pusat melakukan penyesuaian regulasi. "Kalau seandainya pajak-pajak yang katakanlah dari rumah yang tidak untuk usaha, atau hanya hunian saja, misalkan itu kemudian dihilangkan, kalau menurut saya tinggal membuat suatu kebijakan baru," katanya.

"Pengembalian pajak ke daerah dirubah, itu juga sudah selesai. Ini saya mewakili istilahnya representasi kota ya, tentu kondisi keuangan di kabupaten akan berbeda, tapi kalau pendapat saya begitu," ujarnya menambahkan.

Meski begitu, Pemkot tetap memilih menunggu keputusan apa yang akan diambil setelah fatwa tersebut dikeluarkan. Menurut Hasto, tidak semua fatwa otomatis akan menjadi acuan regulasi.

"Contoh saja seperti fatwa-fatwa yang lain kan belum tentu juga terus kemudian akan serta-merta menjadi bagian dari regulasi, bagi kami menunggu, tapi pertimbangan kami seperti tadi yang saya sampaikan di depan," ucapnya.

Sebelumnya, diberitakan MUI menetapkan fatwa tentang Pajak Berkeadilan sebagai respons atas keresahan masyarakat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil. Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan pajak semestinya hanya dikenakan pada harta yang sifatnya produktif atau kebutuhan sekunder dan tersier.

"Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak," ujarnya dalam Munas XI MUI di Jakarta, Ahad (23/11/2025).

Ia juga menegaskan pajak hanya semestinya diberlakukan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial setara nishab zakat, yaitu 85 gram emas. Oleh karenanya, fatwa MUI mendorong pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi peraturan perpajakan yang dianggap tidak adil, serta menekankan pentingnya pengelolaan pajak yang amanah.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |