Dapur MBG tak Sesuai Standar, Insentif Fasilitas Rp 6 Juta Per Hari Bakal Dipangkas

7 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para mitra, yayasan dan kepala SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) harus mengelola fasilitas SPPG sesuai standar operasional prosedur (SOP).

Hal ini sangat penting agar dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) selalu terjaga kualitasnya, sehingga terhindar dari kemungkinan insiden keamanan pangan. Untuk itu, masing-masing dapur mendapat insentif fasilitas SPPG Rp 6 juta per hari operasional per SPPG.

“Anda jangan keenakan dengan insentif besar ini. Sudah dapat insentif Rp 6 juta per hari kok malah ongkang-ongkang. Blender rusak nggak mau ganti, akhirnya kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan patungan beli blender. Gimana tuh,” kata Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang, dalam pengarahannya di acara Koordinasi dan Evaluasi Program BGN di Hotel Aston Cirebon, Ahad, 7 Desember 2025.

Insentif fasilitas SPPG sebesar Rp 6 juta per hari adalah pembayaran tetap sebagai kompensasi atas ketersediaan fasilitas yang memenuhi standar BGN. Pemberian insentif fasilitas SPPG ini bertujuan menjamin kesiapsiagaan (stand of readiness).

“Besaran ini berlaku untuk dua tahun pertama, selanjutnya akan dievaluasi,” kata Direktur Sistem Pemenuhan Gizi Kedeputian Sistem dan Tata Kelola BGN Eny Indarti. Pembayaran insentif fasilitas SPPG tidak bergantung pada jumlah porsi yang dilayani SPPG.

Rupanya pemberian insentif itu menimbulkan kecemburuan. Nanik mengaku diprotes mitra dan yayasan yang merasa diperlakukan tidak adil.

“Masa saya yang sudah bangun dapur 400 meter persegi di tahap pertama disamakan dengan dapur-dapur sekarang yang kurang dari 400 meter persegi,” kata Wakil Kepala BGN bidang Komunikasi Publik dan Infestigasi itu menirukan protes mereka.

Namun Nanik memastikan, pemerintah dalam hal ini BGN, akan tetap menerapkan prinsip keadilan kepada seluruh SPPG. Tim appraisal akan bekerja secara independen.

“Mereka akan menilai dapur-dapur Anda dengan adil. Kalau ternyata dapur Anda tak sesuai standar atau nilainya rendah, insentif fasilitas dipangkas. Jangan sembarangan…!,” kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Kementerian/Lembaga untuk Pengelolaan Program MBG itu.

Selain pemenuhan SOP dan kelengkapan standar dapur MBG, setiap SPPG juga harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan Sertifikat Halal, sementara relawan harus mendapat Pelatihan Penjamah Makanan.

Untuk Kota Cirebon, dari 21 SPPG yang sudah beroperasi, 15 SPPG sudah memiliki SLHS, 11 SPPG sedang dalam proses pengajuan, sementara 2 SPPG sama sekali belum mengajukan SLHS.

Sedangkan untuk Kabupaten Cirebon, dari 139 SPPG yang sudah beroperasi, 106 SPPG telah memiliki SLHS, 24 SPPG sedang dalam proses uji, sementara 9 SPPG masih belum mengajukan.

“Tolong ya… yang belum harus segera mendaftar. Saya beri waktu 1 bulan. Kalau dalam 1 bulan belum juga mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan, saya perintahkan agar di-suspend,” kata Nanik.

Nanik kemudian mengapresiasi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Sumanto dan Kepala Dinas Keamanan Pangan Wati Prihastuti.

Sebab, sebagai Ketua Satgas MBG Kota Cirebon, Sekda sudah mengeluarkan aturan bahwa SPPG tidak boleh memberikan MBG kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita jika belum memiliki SLHS.

Sementara Wati sudah menyiapkan pelatihan rapid test pangan. “Itu aturan yang bagus Pak. Saya setuju dengan aturan itu. Juga dengan rencana pelatihan rapid tes dari Dinas Ketahanan Pangan,” kata mantan wartawan senior itu. 

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |