Camilan Luar Angkasa: Serangga Jadi Makanan Astronot di Mars

3 weeks ago 15
Habitat dalam kaset untuk lalat buah, digunakan untuk penelitian ilmiah baik di Bumi maupun di luar angkasa. Temuan dari sebuah studi yang menggunakan lalat buah di Stasiun Luar Angkasa Internasional menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa berdampak pada sistem saraf pusat, tetapi gravitasi buatan memberikan perlindungan parsial terhadap perubahan tersebut/NASAHabitat dalam kaset untuk lalat buah, digunakan untuk penelitian ilmiah baik di Bumi maupun di luar angkasa. Temuan dari sebuah studi yang menggunakan lalat buah di Stasiun Luar Angkasa Internasional menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa berdampak pada sistem saraf pusat, tetapi gravitasi buatan memberikan perlindungan parsial terhadap perubahan tersebut/NASA

Sebelum manusia menjelajah ke luar angkasa, serangga sudah melakukan perjalanan tersebut — dan berkembang pesat.

Ringan, mudah beradaptasi, dan kaya nutrisi, serangga kini sedang dipertimbangkan secara serius sebagai sumber makanan berkelanjutan bagi astronot dalam misi panjang ke Bulan, Mars, dan seterusnya.

Memakan serangga mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, tetapi miliaran orang di seluruh dunia sudah melakukannya.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memperkirakan bahwa manusia secara teratur memakan lebih dari 2.000 spesies serangga.

Badan Antariksa Eropa (ESA) kini telah mengumpulkan para ahli di bidang pangan, biologi, dan ilmu antariksa untuk mengeksplorasi apakah serangga dapat bergabung dengan menu astronot di masa depan.

Menurut Åsa Berggren, seorang profesor di Universitas Ilmu Pertanian Swedia dan penulis utama sebuah studi di Frontiers in Physiology, serangga sangat tangguh.

“Mereka tampaknya mampu bertahan dengan cukup baik di lingkungan luar angkasa. Mereka memiliki kemampuan yang baik untuk menahan tekanan fisik,” ujarnya.

“Hewan-hewan kecil ini juga sangat pandai mengubah materi yang tidak dapat dimakan manusia menjadi pertumbuhan mereka sendiri — memberi kita makanan bergizi.”

Serangga dapat memainkan peran ganda di luar angkasa: tidak hanya sebagai makanan tetapi juga sebagai bagian dari sistem daur ulang.

Mereka dapat mengubah limbah menjadi protein dan nutrisi berharga lainnya, membantu para astronaut menciptakan ekosistem yang lebih mandiri dalam misi jangka panjang.

Namun sebelum mereka dapat menjadi bagian rutin dalam menu luar angkasa, para ilmuwan perlu memahami bagaimana kondisi luar angkasa — terutama gayaberat mikro — memengaruhi siklus hidup, reproduksi, dan fisiologi serangga.

Makhluk hidup pertama yang mencapai luar angkasa dan bertahan hidup adalah lalat buah, yang diluncurkan dengan roket V-2 pada tahun 1947 untuk mempelajari efek radiasi.

Sejak saat itu, banyak serangga — termasuk lebah, ulat, lalat rumah, dan semut — telah terbang dalam misi luar angkasa.

Beberapa melakukannya dengan sangat baik: lalat buah menyelesaikan seluruh siklus hidupnya dalam gayaberat mikro, sementara semut berhasil menempel di permukaan bahkan tanpa gravitasi.

Lainnya, seperti serangga tongkat, kesulitan dalam pergerakan dan reproduksi.

Salah satu contoh ketahanan paling luar biasa datang dari invertebrata kecil yang disebut tardigrada, atau beruang air, yang berhasil bertahan hidup setelah terpapar langsung ke luar angkasa selama eksperimen ESA pada tahun 2007.

Di Bumi, serangga sudah mulai menarik perhatian sebagai alternatif daging yang ramah lingkungan.

Jangkrik, ulat hongkong, dan semut kaya akan protein, lemak sehat, dan mineral penting seperti zat besi dan seng. Mereka dapat dimasak, dipanggang, atau digiling menjadi tepung untuk roti, pasta, dan camilan.

Astronot ESA Samantha Cristoforetti bahkan membawa sereal batangan blueberry yang terbuat dari tepung jangkrik dalam misinya di tahun 2022.

Namun, para peneliti mengatakan kisah serangga luar angkasa baru saja dimulai. Banyak eksperimen sebelumnya yang singkat — seringkali berlangsung kurang dari 50 hari — dan tidak mencakup seluruh siklus hidup serangga.

Untuk mengisi kekosongan ini, ESA dan mitranya kini merencanakan eksperimen jangka panjang baru untuk melihat spesies serangga mana yang benar-benar dapat berkembang biak — dan mungkin memberi makan para astronot yang lapar — jauh dari Bumi.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |