10 Ribu Ton Baja RI Tembus Pasar AS

4 hours ago 4

Jakarta -

Indonesia melalui PT Tata Metal Lestari mengirimkan ekspor baja lapis sebanyak 10.000 ton ke Amerika Serikat (AS). Total nilai ekspor tersebut mencapai US$ 12,6 juta atau setara Rp 205,38 miliar (kurs Rp 16.300).

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, meskipun tarif impor baja di AS mencapai 50%, lebih tinggi dibandingkan tarif produk lainnya yang terkena 19%, AS tetap bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja lapisnya.

"Untuk meningkatkan daya saing, para pelaku industri nasional harus bisa lebih efisien dalam proses produksinya sehingga nilai tambah produk yang dihasilkan menjadi lebih tinggi," kata Agus Gumiwang ikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (19/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agus mengatakan, ekspor PT TML ke Amerika Serikat dan Kanada, telah dilakukan secara berkelanjutan sejak Oktober 2024. Sepanjang tahun 2025, perusahaan telah mengapalkan empat kali dengan target ekspor mencapai 69.000 ton, naik 133% dibandingkan realisasi tahun 2024.

Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa produk baja Indonesia dipercaya dan diterima di pasar global, bahkan di tengah dinamika kebijakan perdagangan yang terus berubah. Hal ini juga sebagai wujud nyata kemampuan industri manufaktur Indonesia dalam menghasilkan produk berstandar global.

"Capaian ini sekaligus membantah pendapat bahwa Indonesia sedang dalam fase deindustrialisasi, karena aktivitas industri masih berjalan baik hingga mereka aktif untuk memperluas pasarnya," ujarnya.

Di samping itu, Agus mengapresiasi kepiawaian Presiden Prabowo Subianto dalam bernegosiasi dengan Presiden AS Donald Trump, karena Indonesia berhasil memperoleh tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Hal ini menjadi modal penting bagi peningkatan daya saing industri nasional.

"Oleh karena itu, industri nasional perlu mengoptimalkan ekspor produknya ke pasar Amerika guna memanfaatkan tarif bea masuk yang rendah bagi Indonesia dibanding negara lain," kata dia.

Agus mengatakan, saat ini ekspor menjadi satu mesin ekonomi yang diandalakan dalam memacu perekonomian nasional. Tidak hanya dari capaian nilai, tetapi juga volume barang yang diekspor terus meningkat. Artinya, produksi dan logistik benar-benar bergerak.

"Ada empat mesin utama yang menggerakkan ekonomi Indonesia, yaitu konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi, dan net ekspor. Dari keempat mesin tersebut, saat ini kinerja ekspor yang masih melaju kencang," kata dia.

Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi industri perlu terus dijalankan secara konsisten dalam menciptakan produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Ini juga menjadi peluang bagi pelaku industri untuk mengisi produk hilir ke pasar ekspor, termasuk ke AS.

Namun demikian, Agus juga mengingatkan, potensi pasar dalam negeri masih sangat besar. Sebesar 80% output dari industri manufaktur RI untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Kondisi ini yang perlu dijaga dari serbuan produk impor.

(shc/hns)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |